Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sebagai seorang mahasiswa yang selalu berusaha memberikan hal-hal bermanfaat untuk semua orang, saya senang berbagi ide dan inspirasi dalam berbagai bentuk.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Selametan: Jejak Tradisi, Warisan Leluhur yang Penuh Makna

18 Oktober 2024   14:20 Diperbarui: 18 Oktober 2024   14:22 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pinterest.com/wikimedia

Menurut para ahli antropologi, penduduk pertama yang mendiami Indonesia adalah suku bangsa Wedda, yang dikenal berbadan kecil dan berkulit cokelat. Namun, sekitar tahun 3000 SM, gelombang pertama orang-orang Melayu mulai datang ke Indonesia, dan sebagian dari mereka menetap di Pulau Jawa. Keberadaan mereka di Pulau Jawa mempengaruhi kehidupan dan budaya mereka, karena interaksi dengan lingkungan alam Jawa yang unik.

Lingkungan alam Jawa terdiri dari gunung-gunung, sungai-sungai, udara yang khas, flora, dan fauna seperti suara burung-burung. Alam yang kaya ini menjadi faktor yang membentuk pola hidup orang-orang Melayu yang tinggal di sana. Mereka beradaptasi dengan lingkungan, mengolah sumber daya alam, dan mengembangkan cara-cara bertahan hidup yang khas. Dalam proses ini, budaya mereka berubah dan berkembang, menciptakan kebudayaan Jawa yang merupakan hasil dari interaksi erat antara manusia pendatang dan alam sekitarnya.

Budaya Jawa tidak muncul secara instan, tetapi merupakan perpaduan kompleks dari kebiasaan, nilai-nilai, dan cara hidup yang dibawa oleh orang-orang Melayu dan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di Jawa. Oleh karena itu, orang-orang Melayu yang datang kemudian dianggap sebagai nenek moyang orang Jawa, karena mereka meletakkan dasar-dasar budaya yang khas dan bertahan hingga hari ini. Kebudayaan Jawa yang kaya akan tradisi, kepercayaan, dan adat istiadat merupakan warisan dari proses panjang ini.

Pada zaman purba, suku Jawa, seperti kelompok masyarakat lainnya di berbagai belahan dunia, sangat bergantung pada alam untuk kelangsungan hidup mereka. Kehidupan sehari-hari mereka terkait erat dengan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka, seperti air, tanah, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Ketergantungan ini menumbuhkan kepercayaan bahwa alam memiliki kekuatan yang tidak terlihat namun sangat mempengaruhi hidup mereka, termasuk kekuatan yang mereka kaitkan dengan roh nenek moyang dan kekuatan gaib dari alam sekitar.

Kepercayaan terhadap kekuatan alam dan roh orang yang meninggal, atau animisme, menjadi bagian penting dalam sistem kepercayaan mereka. Mereka meyakini bahwa segala sesuatu di alam, seperti gunung, sungai, pohon, dan hewan, memiliki roh atau kekuatan spiritual yang harus dihormati atau bahkan dipuja. Selain itu, mereka percaya bahwa roh leluhur yang telah meninggal tetap memiliki peran dalam kehidupan mereka dan bisa mempengaruhi kejadian-kejadian alam, seperti bencana atau keberuntungan.

Bersamaan dengan kepercayaan ini, berkembang pula ekspresi seni yang memiliki latar belakang magis, terutama dalam bentuk seni lukis pada dinding-dinding gua. Seni ini tidak hanya berfungsi sebagai ekspresi estetika, tetapi juga memiliki tujuan spiritual atau religius. Lukisan pada dinding gua sering kali menggambarkan simbol-simbol yang terkait dengan kekuatan alam, binatang yang dianggap memiliki kekuatan magis, atau representasi roh leluhur. Seni lukis ini menjadi cara bagi mereka untuk berkomunikasi dengan kekuatan gaib dan menjaga hubungan dengan dunia roh.

Lukisan-lukisan di dinding gua tersebut bisa dianggap sebagai media ritual, di mana suku Jawa purba berharap bisa mendapatkan perlindungan, keberuntungan, atau bahkan berkat dari kekuatan alam dan roh leluhur. Proses menciptakan lukisan itu sendiri mungkin dianggap sebagai tindakan sakral yang memiliki makna spiritual yang mendalam, menggambarkan betapa pentingnya kepercayaan terhadap alam dan roh dalam kehidupan mereka.

Secara keseluruhan, kepercayaan terhadap kekuatan alam dan roh leluhur, yang kemudian diekspresikan melalui seni lukis yang bersifat magis, menunjukkan betapa eratnya hubungan antara manusia, alam, dan spiritualitas dalam budaya suku Jawa purba.

Dalam buku "Simbolisme dalam Budaya Jawa" karya Budiono Herusatoto, suku bangsa Jawa pada zaman purba memiliki dua pandangan hidup utama, yaitu Animisme dan Dinamisme, yang sangat memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.

1. Animisme

Adalah kepercayaan bahwa semua benda, baik itu benda mati, tumbuh-tumbuhan, hewan, maupun manusia, memiliki roh atau jiwa. Dalam pandangan ini, orang Jawa purba meyakini bahwa setiap elemen alam memiliki kehidupan spiritual tersendiri. Contohnya, mereka percaya bahwa pohon besar mungkin dihuni oleh roh, atau sungai tertentu memiliki kekuatan gaib yang harus dihormati. Kepercayaan ini mengarahkan masyarakat untuk hidup harmonis dengan alam, karena segala sesuatu dianggap memiliki makna spiritual yang mendalam. Bahkan, manusia pun diyakini memiliki roh yang dapat terus hidup setelah kematian.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun