"Selamat pagi," sapa Alya sambil duduk di sebelah Arga.
Arga melirik ke arah Alya sejenak sebelum kembali ke layar laptopnya. "Pagi."
Alya tersenyum tipis, sedikit lega karena suasana tidak sekaku sebelumnya. Ia membuka laptopnya dan mulai bekerja bersama Arga tanpa banyak bicara. Namun, di tengah-tengah kesibukan, Alya tak bisa menahan rasa penasaran yang terus mengganggunya sejak pertemuan terakhir mereka.
"Arga," panggil Alya pelan. "Aku masih kepikiran soal yang kamu bilang kemarin."
Arga berhenti mengetik dan menatap Alya, menunggu kelanjutan kata-katanya.
"Soal hal-hal kecil yang menurut kamu nggak penting. Aku cuma ingin tahu... Apa kamu benar-benar nggak pernah peduli sama hal-hal kayak gitu?" tanya Alya sambil memiringkan kepalanya, mencoba membaca ekspresi wajah Arga yang biasanya sulit ditebak.
Arga terdiam sebentar, seolah mempertimbangkan jawaban yang tepat. "Aku nggak bilang aku nggak pernah peduli. Cuma, aku punya prioritas. Kadang, hal-hal kecil memang penting, tapi seringkali mereka cuma ganggu fokus."
Alya mengangguk, meski dalam hatinya ia merasa ada sesuatu yang lebih dalam di balik jawaban Arga. Ia menatap wajahnya yang dingin, tapi entah kenapa kali ini ia merasa ada sedikit kehangatan di sana, sesuatu yang selama ini mungkin ia lewatkan.
"Kadang... Aku merasa kamu menyembunyikan sesuatu," ujar Alya tanpa sadar.
Arga menatapnya dengan alis terangkat. "Menyembunyikan apa?"
"Aku nggak tahu. Cuma... Aku merasa kamu nggak sepenuhnya seperti yang kamu tunjukkan. Seperti ada bagian dari kamu yang kamu nggak biarkan orang lain lihat," jawab Alya, menatap Arga dengan serius.