“Kenapa kamu tiba-tiba nanya kayak gitu?” Arga bertanya dengan nada lembut, sesuatu yang tidak biasa darinya.
Alya menggigit bibirnya, mencoba merangkai kata-kata. “Nggak apa-apa. Cuma penasaran aja.”
Arga tetap memandangnya, lalu, tanpa peringatan, ia menggeser kursinya lebih dekat. “Alya, kamu tahu kan kalau kamu bisa cerita ke aku kalau ada yang mengganggu?”
Jantung Alya hampir berhenti saat mendengar kata-kata itu. Suara Arga terdengar begitu serius, dan tatapannya begitu dalam, membuat Alya merasa seolah-olah ia bisa tenggelam di dalamnya. Ia merasa terjebak antara keinginan untuk terbuka dan ketakutan akan apa yang akan terjadi jika ia melakukannya.
“Aku... aku nggak tahu harus bilang apa, Ga,” akhirnya Alya berbisik, merasa suaranya hampir tak terdengar.
Arga tetap diam, menunggu, memberinya ruang. Dan di saat itu, Alya merasa seolah semua emosi yang ia pendam selama ini, semua kebingungannya tentang Arga, tentang perasaannya sendiri, mulai memuncak.
"Arga... aku nggak tahu bagaimana caranya ngungkapin ini, tapi akhir-akhir ini... aku merasa ada yang berubah. Aku nggak tahu apa ini hanya aku atau... atau kamu juga merasakannya, tapi aku mulai melihat kamu... berbeda."
Kata-kata itu keluar dengan susah payah, dan saat ia selesai, Alya merasakan tubuhnya menegang, menunggu reaksi Arga. Ia menunduk, takut melihat apa yang mungkin akan terpancar dari wajahnya.
Arga terdiam, dan seolah-olah waktu berhenti selama beberapa detik yang terasa seperti berjam-jam bagi Alya. Kemudian, Arga menarik napas dalam, seolah sedang memikirkan jawaban yang tepat.
"Alya..." Arga memulai dengan suara pelan, "aku... juga merasakan sesuatu yang berbeda akhir-akhir ini. Aku nggak yakin apa itu, tapi... mungkin memang ada sesuatu yang berubah."
Alya akhirnya mengangkat kepalanya, menatap Arga dengan mata penuh harapan dan kekhawatiran. "Jadi... kamu juga merasakannya?"