“Ya, aku baik-baik saja,” jawab Arga, meski Alya bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres.
Seminar dimulai, dan saat pembicara berbicara, Alya merasakan perhatian Arga terpecah. Dia sering melirik ke arah Mira, dan Alya merasa hatinya sedikit teriris. Ia tidak ingin merasa cemburu, tetapi kenyataannya sulit untuk dihindari.
Setelah seminar selesai, Mira menghampiri mereka. “Arga! Senang melihatmu di sini!” sapa Mira dengan senyuman lebar, seolah tidak ada sejarah yang menyakitkan di antara mereka.
“Hey, Mira. Bagaimana kabarmu?” Arga menjawab, mencoba menjaga nada suaranya tetap santai.
Alya merasa terjebak di antara mereka. Ia tersenyum canggung, berusaha tetap bersikap ramah. “Hi, Mira.”
Mira tersenyum kembali dan menatap Alya dengan curiga. “Kamu pasti Alya, kan? Arga sering membicarakan tentang proyek kalian.”
“Ah, ya. Kami sedang bekerja sama,” jawab Alya, berusaha terdengar percaya diri.
Mira mengangguk. “Kalian pasti sibuk. Semoga semuanya berjalan lancar. Semoga tidak terlalu tertekan.” Lalu, Mira berpaling ke Arga lagi. “Kapan-kapan kita harus berbincang-bincang. Aku ingin tahu lebih banyak tentang proyek kalian.”
Alya bisa merasakan keraguan di antara mereka. “Tentu, Mira. Kita bisa bertemu lain waktu,” jawab Arga, namun nada suaranya tidak seantusias itu.
Setelah Mira pergi, Alya merasa angin dingin menyelimuti suasana. “Kau baik-baik saja, Ga?” tanyanya.
Arga menggelengkan kepalanya, “Ya, aku baik-baik saja. Hanya sedikit terkejut melihatnya di sini.”