"Arjuna, kau tahu bahwa kita harus menjaga nama baik partai. Apa yang kau lakukan memang benar, tetapi dampaknya bisa merusak citra kita semua," kata pemimpin partai dengan nada tegas.
Arjuna menatap pemimpin partainya dengan tatapan mantap. "Pak, saya mengerti kekhawatiran Anda. Tapi kita tidak bisa menutup mata terhadap korupsi. Rakyat memilih kita untuk membawa perubahan, bukan untuk melindungi mereka yang salah."
Pemimpin partai menghela nafas. "Baiklah, Arjuna. Tapi ingat, politik itu rumit. Kau harus berhati-hati. Jangan sampai kau sendiri yang terjebak dalam permainan ini."
Arjuna meninggalkan pertemuan tersebut dengan tekad yang semakin kuat. Dia tahu bahwa pertarungan ini bukan hanya tentang melawan korupsi, tetapi juga tentang mempertahankan prinsip dan integritasnya.
Beberapa hari kemudian, sebuah insiden besar terjadi. Pak Bram berhasil melarikan diri dari penjara dengan bantuan orang dalam. Kabar ini mengejutkan seluruh negeri dan membuat situasi semakin tegang. Arjuna dan timnya segera berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk melacak keberadaan Pak Bram.
Dalam upaya pengejaran, Arjuna menerima panggilan dari nomor yang tidak dikenal.
"Arjuna, ini Bram. Kau pikir bisa menjebloskanku ke penjara begitu saja? Permainan ini belum selesai," suara Pak Bram terdengar dingin di telepon.
"Pak Bram, Anda tidak bisa terus bersembunyi. Kebenaran akan terungkap," jawab Arjuna dengan tegas.
"Kita lihat saja, Arjuna. Aku punya kartu truf yang bisa menghancurkanmu kapan saja," ancam Pak Bram sebelum menutup telepon.
Arjuna merasa tekanan semakin berat, tetapi dia tidak mau menyerah. Dia mengumpulkan timnya kembali untuk merencanakan langkah selanjutnya.
"Kita harus menemukan Pak Bram sebelum dia melakukan sesuatu yang lebih berbahaya. Dimas, bisa kau temukan jejaknya melalui jaringanmu?" tanya Arjuna.