Kilau layar tancap menerangi di pinggir jalan untuk menyambut sejarah baru dalam sepak bola Indonesia.
Sorak-sorai gembira bergemuruh meluruhkan penat sendu dalam kalbu
Akankah berbuah manis atau justru berujung pahit yang tak tersudu di ujung lidah para pendukungÂ
Tak tahu... Pahit atau manis, Indonesia tetap selaraku!
Gabut
Kembali lagi disini, tenggelam dan terapit diantara kerumunan manusia.
Sorot mata terus saja berkeliaran memburu objek dengan ganasnya untuk di jadikan pembelajaran dan selang beberapa detak, mangsa itu tertangkap.Â
Ramainya kota sama sekali tak kolateral dengan jumlah rayap yang ada. Rayap-rayap itu hanya berlalu-lalang saja tanpa ada niatan meraba bahkan menyapa pun enggan.
Namun, mereka tak patah arang, masih saja bertengger dengan harapan beberapa rayap memakan kayu yang ia suguhkan.
Di sudut lain, mata menangkap segerombolan bapak-bapak dengan kacamata yang dikalungkan ke kepala, kaki duduk menyilang sambil mengapit gawai dengan kedua tangannya.
Ku hampiri lebih dekat untuk mengetahui lebih jelas apa yang membuat sorot matanya begitu terpaku kepada layar yang menyala itu. Rupanya, ia berusaha meraup pundi-pundi emas dengan cara yang sederhana dan kesenangan yang sementara. Kalah membuatnya tertantang, menang membuatnya semakin bergairah. Sedang uangnya? Terus saja berputar pada lingkaran setan yang tak menguntungkan.