Mohon tunggu...
zahwa minhatus
zahwa minhatus Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Skripsi Pembatalan Poligami karena Tanpa Izin Istri Pertama Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum

2 Juni 2024   11:35 Diperbarui: 3 Juni 2024   10:49 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

 Dalam situasi apa pun, keadaan ideal seorang istri dan suami adalah sesuatu yang tidak bisa didapatkan sepenuhnya. Hal tersebut tidak akan menjadi kendala apabila suami-istri tersebut sepakat untuk mengarungi bahtera rumah tangga dengan kesiapan mental dan saling memahami diantara keduanya. Perkawinan poligami adalah perkawinan dimana suami mempunyai lebih seorang istri dalam waktu bersamaan. Dalam hal seorang suami yang hendak melakukan perkawinan poligami harus memenuhi persyaratan yang telah berlaku. Namun dalam kasus yang terjadi saat ini, seperti halnya poligami, dapat dikatakan sulit untuk ditangani.

Pada kenyataannya, dalam praktik pelaksanaan poligami masih banyak yang bertentangan dengan undang-undang hukum Indonesia, sebagaimana dibuktikan dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam yang menekankan pernyataan yang sangat jelas mengenai persyaratan nya yang dinilai rumit. Oleh karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi, ada kecenderungan masyarakat melakukan penyimpangan demi terwujudnya poligami tersebut. Salah satu syarat yang harus dipenuhi ialah mendapatkan izin dari istri pertama dan harus mendapat izin dari Pengadilan sebagaimana telah diatur dalam Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bahwa poligami perkawinan dipandang buruk dan mendapat penolakan dari pihak karena yang telah terjadi dalam praktisnya, suami meninggalkan perkawinan pertamanya dan lebih memihak perkawinannya dengan istri keduanya.

Diperketatnya persyaratan untuk melakukan poligami membuat tidak sedikit seorang suami melakukan poligami secara diam-diam dan tidak jujur. Karena poligami yang dilakukan secara diam-diam dan tidak jujur dalam perkawinan poligaminya. Apabila terjadi penyimpangan terhadap syarat tersebut, maka dapat diajukan permohonan pembatalan poligami. Hal ini terjadi pada perkara Nomor 1968/Pdt.G/2016/PA.Klt. Permohonan pembatalan poligami yang diajukan oleh Pemohon terhadap perkawinan poligami suaminya (Termohon) dengan wanita lain karena Termohon melakukan perkawinan poligaminya tanpa adanya izin dari Pemohon. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk membahas mengenai pertimbangan Hakim dan akibat hukum terhadap perkara tersebut.

Batalnya suatu perkawinan karena putusan pengadilan terjadi bila ada pihak yang mengajukan gugatan atau permohonan cerai dan/atau pembatalan perkawinan. Hal ini sebagaimana ditegaskan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa: "Batalnya suatu perkawinan hanya dapat diputuskan oleh Pengadilan". Berdasarkan ketentuan dari Pasal-pasal tersebut sehingga tidak menutup kemungkinan bagi seorang istri yang dipoligami mengajukan pembatalan perkawinan.

Maka dari itu, penelitian ini untuk mengetauhi akibat hukum dari sebuah kasus yang bermula seorang suami (Termohon) yang telah menikah dengan istrinya (Pemohon) pada tanggal 25 Maret 2006 dan telah memiliki seorang anak. Kemudian Termohon melakukan poligami dengan perempuan lain yaitu Turut Termohon I tanpa sepengetahuan istrinya (Pemohon). Poligami tersebut terjadi karena Turut 8 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 37. 9Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan BAB IV Pasal 22 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1). Termohon I sedang mengandung anak dari hasil hubungan badan dengan Termohon.Tanpa adanya izin dari istri pertama (Pemohon) dan pengadilan, maka Termohon memalsukan identitasnya dengan mengaku berstatus bujang yang perkawinannya tercatat di KUA Kecamatan Sei Bedug Kabupaten Batam Kepulauan Riau (Turut Termohon II). Karena pemohon selaku istri pertama mendapat informasi perkawinan suaminya (Termohon) dengan perempuan lain (Termohon I) dan merasa dibohongi serta sangat dirugikan, maka Pemohon kemudian mengajukan gugatan pembatalan perkawinan poligami suaminya (termohon) dengan turut termohon I ke Pengadilan Agama Klaten sesuai dengan prosedur yang berlaku. Yang kemudian Pengadilan Agama Klaten menjatuhkan putusan yaitu mengabulkan permohonan pembatalan perkawinan antara suaminya (termohon) dengan istri keduanya (turut termohon I) yang diajukan oleh Pemohon dengan diterbitkannya putusan perkara Nomor 1968/Pdt.G/2016/PA. Klt.11).

Terdapat beberapa poin khusus yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penelitian ini, pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Klaten dalam memutus perkara pembatalan poligami karena tanpa izin istri pertama dalam perkara Nomor 1968/Pdt.G/2016/PA. Klt, perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam terhadap perkara pembatalan poligami karena tanpa izin istri pertama dalam perkara Nomor 1968/Pdt.G/2016/PA. Klt, akibat hukum yang ditimbulkan dari pembatalan poligami karena tanpa izin istri pertama dalam perkara Nomor 1968/Pdt.G/2016/2016/PA. Klt.

B.Alasan memilih judul ini

Berikut beberapa alasan saya memilih mereview skripsi dengan judul Pembatalan Poligami Karena Tanpa Izin Istri Pertama Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam (Studi Putusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 1968/Pdt.G/2016/PA.Klt):

1.Relevansi dengan Hukum Perdata, Judul ini sesuai dengan kriteria yang diperintahkan. Pembahasan skripsi ini masuk pada poin hukum perdata islam di Indonesia, yaitu mengenai perkawinan. poligami merupakan salah satu masalah yang menarik untuk dibahas. selain sifatnya yang kompleks poligami menimbulkan beberapa akibat hukum yang pastinya relevan dengan pembahasan hukum perdata.

2.Pemahaman yang Lebih Mendalam, Mereview skripsi dapat membantu saya memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang kompleksitas isu poligami, dengan adanya pembahasan terkait ini dapat menambah wawasan saya mengenai Poligami yang benar maupun yang menyimpang.

3.Penguatan perspektif Perempuan, sebagai seorang Perempuan saya merasa bahwa poligami lebih berdampak kepada Perempuan dan anak, dengan mereview skripsi ini saya menemukan poin yang menarik dari penelitian ini adalah bentuk hak yang diberikan kepada istri pertama yang merasa tidak adil atas poligami yang dilakukan suaminya, hal itu menunjukkan bahwa istri memiliki hak atas pernikhannya sehingga apabila ada penyimpangan seorang istri bisa mengajukan pembatalan perkawinan kepada pihak yang berwenang. Dengan adanya hal itu saya harap kepada seluruh suami untuk memahami konteks poligami yang sebenarnya sehingga dalam poligami tetap dilakukan sesuai aturan yang berlaku tidak hanya mengedepankan sunnah yang selama ini masih banyak yang disalahartikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun