“Kamu...dasar bajingan, tak sudi saya takluk kepada bocah ingusan seperti kamu, lebih baik saya mati dengan tangan saya sendiri....”
Sesaat setelah dia menolak ajakan ajakan Jaka Someh untuk bertaubat, Ki Tapa langsung memukul kepala nya dengan tangannya sendiri. Tangan yang sudah di isi oleh tenaga dalam yang hebat.
‘Prak’ dari kepalanya keluar darah segar. Ki Tapa sempat mengalami sekaratul maut sebelum akhirnya tewas di tangannya sendiri. Matanya masih melotot memandang ke arah Jaka Someh.
Jaka Someh hanya mampu menggelengkan kepalanya, menyesali kematian sia-sia Ki Tapa yang bunuh diri karena tak sudi dikalahkan oleh Jaka Someh. Sifat sombong dan kerasnya hati telah membutakannya dari mensyukuri nikmat kehidupan yang telah di anugrahkan oleh yang Maha kuasa. Kebodohannya telah membuat jiwanya berputus asa. Putus asa dari Rahmat Tuhan Seluruh Alam. Dia tidak tahu, bahwa setelah mati bakal ada kehidupan yang lain. Kehidupan untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya selama hidup di dunia.
Melihat Ki Tapa sudah tewas, anak buahnya pun langsung berlarian kabur meninggalkan tempat itu, takut menjadi korban kemarahan jaka Someh. Jaka Someh membiarkan mereka untuk berlarian.
Purba Anom dan Dewi Intan merasa senang melihat Jaka Someh telah berhasil mengalahkan Ki Tapa, mereka langsung memeluk Jaka Someh.
Setelah keadaan sudah menjadi normal Jaka Someh bersama Purba Anom dan Dewi Intan masuk ke dalam rumah yang sudah di tinggalkan oleh anak buah Ki tapa.
Purba Anom merasa sedih melihat kondisi rumahnya yang sudah kosong tidak berpenghuni lagi. Ayahnya sudah meninggal, ibu dan anggota keluarganya yang lain entah ada di mana, apakah masih hidup atau sudah meninggal. Air matanya pun mengalir membasahi pipi. Purba Anom kemudian berkata kepada Jaka someh
“Paman Someh, saya tidak kuasa untuk tinggal di rumah ini lagi, Banyak kenangan indah dan kenangan pahit yang ada di rumah ini, mungkin lebih baik saya tidak tinggal lagi di rumah ini lagi, saya ingin ikut paman, kemanapun paman pergi...”.
Jaka Someh ikut merasakan kesedihan Purba Anom dan Dewi Intan, dia langsung merangkul mereka berdua
“Sabar ya, Purba. Paman berharap kamu dapat segera melupakan kenangan pahit yang pernah kalian jumpai saat ayah kalian meninggal di sini, mengenai ibu kalian, paman berharap beliau masih dalam keadaan hidup, nanti coba paman tanyakan ke beberapa penduduk di sini, barangkali saja mereka ada yang tahu keberadaan ibu kalian...sekarang sebaiknya kita tinggalkan saja tempat ini...”.