Untuk sementara kita tinggalkan Dewi Sekar dahulu, sekarang kita kembali ke jaka Someh setelah di usir oleh Raden Surya Atmaja dari gunung Tampomas. Dengan perasaan hampa Jaka someh berjalan menuruni gunung tampomas, hatinya dipenuhi rasa kesedihan yang sangat mendalam. Tak kuasa, Jaka Someh menangis dengan meneteskan air mata kesedihan saat mengingat istrinya yang meninggal secara tragis. Jatuh ke dasar jurang, bahkan jenazahnya pun masih belum bisa ditemukan. Hati Jaka Someh menjadi tidak menentu, perasaannya hancur tidak karuan. Semangat hidupnya pun menjadi redup. Meskipun demikian Jaka Someh masih berusaha untuk tetap tegar dalam kehampaan.
Hanya butuh setengah hari, Jaka Someh sudah berada di kaki gunung tampomas. Dia langsung menuju ke tempat sapinya yang dulu pernah ditinggalkan. Ternyata sapinya masih ada di sana. Jaka Someh merasa senang melihat sapinya sedang memakan rerumputan. Gerobaknya juga masih utuh.
Ketika segala sesuatunya sudah siap, dia pun segera pergi meninggalkan gunung Tampomas dengan menggunakan gerobak sapinya.
Setelah beberapa hari dia mengendarai gerobak sapinya, waktu itu saat hari menjelang sore, dia sampai di suatu tempat yang nampak ramai oleh warga yang sedang berlalu lalang. Ternyata sekarang dia berada di pasar Kota Sumedang larang yang sangat ramai.
Jaka Someh sedang asyik mengamati keadaan sekitarnya, tiba-tiba terdengar keributan dari arah selatan pasar. Orang-orang berteriak keras meneriaki seorang pencuri yang tertangkap oleh warga.
Jaka Someh merasa penasaran, dia turun dari gerobak sapi dan berjalan ke arah keributan tersebut. Jaka Someh bertanya kepada salah satu warga yang kebetulan ada di sana
“Ada apa ini kang, koq rame sekali?”.
Lelaki itu menoleh kepada Jaka Someh dan berkata
“Anu kang, ada pencuri yang ketangkap...katanya sih mencuri makanan...pencurinya masih anak-anak..., saya heran....masih kecil koq sudah jadi berandalan...”
Jaka Someh hanya terdiam mendengar penjelasan lelaki itu. Ada perasaan menelisik dalam hatinya, dia pun mendekati asal keributan itu.
Dia menerobos diantara sela-sela kerumunan manusia. Setelah berada di barisan paling depan, Jaka Someh melihat seorang bocah sedang menangis karena ketakutan. Usianya mungkin sekitar 9 atau 10 tahunan. Tubuhnya begitu kurus seperti kekurangan gizi. Pakaian dan rambutnya tampak kumal tak terurus. Tiba-tiba jaka Someh teringat dengan anaknya, si Jalu. Hatinya pun menjadi iba kepada bocah itu.