Mohon tunggu...
Achmad Wissangeni
Achmad Wissangeni Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

menulis buku

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam Indonesia

17 Maret 2023   00:19 Diperbarui: 17 Maret 2023   00:28 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. persetujuan dan penerimaan.

E. Pencegahan dan Pembatalan Perkawinan

1. Hambatan Perkawinan dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 197 Bab III Hambatan Perkawinan, pasal 13--21. Pasal  13 menyatakan bahwa: Perkawinan dapat dicegah jika ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat  perkawinan.

            Syarat-syarat perkawinan yang dimaksud adalah segala hal yang berkaitan dengan rukun dan syarat  perkawinan yang sah serta syarat-syarat yang diatur oleh undang-undang, salah satunya adalah terpenuhinya semua unsur hukum formil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 197 dan Peraturan Perkawinan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 197.

2. Perceraian UU No. 1 Tahun 197 tentang Perkawinan  BAB IV PEMALSUAN PERNIKAHAN Pasal 22-28. Pasal 22 menentukan:

            Perkawinan dapat dibatalkan jika para pihak tidak memenuhi syarat-syarat perkawinan. Syarat-syarat perkawinan yang dimaksud adalah syarat umur kedua  mempelai, syarat kesiapan kedua  mempelai, syarat izin orang tua calon mempelai, syarat administrasi dan rukun-rukun yang telah dijelaskan di atas. dan syarat sahnya perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 197 PP Nomor 9 Tahun 1975 dan Kompilasi Hukum Islam.

            Perkawinan tidak dapat dibatalkan, kecuali ada yang meminta pembatalan perkawinan melalui pengadilan. Oleh karena itu, perjodohan, meskipun menyimpang dari hukum, tetap sah menurut hukum Islam. Menurut Fuqaha, hal itu bisa dilegalisasi dengan mengajukan permohonan akad nikah yang diaktakan oleh  pencatat nikah. Apabila para pihak yang mempunyai yurisdiksi menyatakan perkawinan yang dilamar itu tidak sah dan  pengadilan memutuskan untuk membubarkan perkawinan itu, pasangan tersebut dapat menikah lagi, yang harus mengikuti prosedur yang berlaku dan dibenarkan oleh undang-undang.

F. Pencatatan Perkawinan

            Secara administratif, suatu perkawinan  sah apabila diakhiri menurut undang-undang. Sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 197 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 197.

BAB II Pencatatan perkawinan Pasal 2 berbunyi:

            Pencatatan perkawinan  yang dilakukan menurut agama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat yang ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan, Perceraian dan Pendaftaran Perkawinan No. 32 Tahun 195. Pencatatan perkawinan bagi mereka yang menikah secara agama dan kepercayaan selain Islam. Tata cara pencatatan perkawinan dilaksanakan sesuai dengan pasal 3 sampai dengan pasal 9 Peraturan Pemerintah. Dengan tidak mengurangi penerapan aturan-aturan khusus yang  berlaku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun