Setelah guru kami meninggalkan kelas, teman-temanku langsung keluar dari kelas entah itu langsung pulang atau melakukan kegiatan mereka masing-masing. Sesuai rencana yang tadi sudah kusampaikan, Dita langsung menghampiriku dan menanyakan apa yang ingin ditanyakan. Aku mengajak Dita keperpustakaan sambil mengerjakan tugas tadi. Dita hanya menuruti dan kami segera menuju perpustakaan. Sesampainya disana Aku memilih bangku yang agak disudut karena aku terlalu malu jika ada orang lain yang mendengarkan percakapan kami berdua. Aku mengambil acak buku hanya untuk tameng jika nanti hal canggung terjadi
"Jadi kamu mau nanya apa hid?" Tanya Dita Penasaran
"Tapi janji yaa jangan tersinggung"
"Iya janji"
"Kamu kan pernah cerita soal ekonomi keluarga kamu, Fakultas Kedokteran jelas butuh biaya yang tinggi, kenapa kamu begitu yakin sama cita-cita kamu itu?"
Dita diam segenap, aku yang canggung hanya bisa berpura-pura membaca buku. Setelah 2 menit akhirnya Dita menjawab pertanyaanku
"Wachid, apa yang perlu ditakutkan. Aku gapeduli dengan biaya atau apapun yang menghambat masa depan aku. Aku tahu kamu nanya kayak gitu karena alasan 2 minggu kemarin tidak bersemangat karena masalah kuliahkan. Aku juga pernah melewati fase itu, saat itu aku benci diriku karena aku ditakdirkan bukan dari keluarga yang mampu. Tapi aku mencoba belajar menerima diriku yang sekarang. Aku yakin kok semesta berpihak pada mereka yang mau berusaha" Ucap Dita panjang lebar
Aku yang mendengarnya hanya bisa menunduk malu. Aku yang seharusnya kuat dihadapan orang-orang malah terlihat menyerah hanya karena 1 hambatan saja. Harusnya aku mencoba mencari jalan lain
"Kalau kamu mau, kamu bisa ikut sama aku buat ambil beasiswa yang disiapin sama pemerintah. Kita bikin jadwal buat belajar bareng. Gimana?"
"Soal beasiswa aku terlalu ragu buat ngambilnya"
"Apa yang harus ditakutin, yu kita kejar beasiswanya bareng-bareng"