"Ibu tahu kalau kamu sedih soal kuliahmu."
"E-eng-gga k-kok bu, Wachi-i-d nge-ert-i kok keada-a-an ibu sama a-ayah"
Kontradaksi. Kalimat yang kusampaikan tidak sesuai dengan nada yang seharusnya. Ibuku semakin memeluk dengan erat sambil mengelus rambutku dengan lembut. Disitulah tangisanku pecah, kuluapkan segala hal yang mengangguku seperti anak kecil yang mengadu kepada ibunya karena jatuh dari sepeda. Ibuku berusaha menenangkanku dengan mengelus-ngelus punggungku.
"Udah-udah gapapa, kamu tahu kan kalau Tuhan gapernah tidur, lakukan yang terbaik apa yang bisa kamu lakukan maka sisanya biarkan Tuhan yang menentukan. Kalau takdirmu kamu akan kuliah maka Tuhan akan menyiapkan jalan yang tidak terduga untuk kamu. Ibu yakin ada masa depan yang penuh harapan yang Tuhan lagi siapkan buat kamu. Sekarang kamu belajar yang giat." Ucap ibuku
Aku yang mendengar itu langsung terkejut. Aku terlalu menyalahkan keadaan padahal jika aku berusaha pasti aku bisa kuliah tanpa mengeluarkan uang sepeserpun. Setelah mendengar nasihat ibuku aku langsung giat belajar. Pelajaran yang tertinggal kukejar dengan cepat agar aku bisa mempelajari materi yang lain.
      Seminggu berlalu, akhirnya aku berhasil mengejar ketertinggalanku disekolah, walaupun aku harus mengorbankan banyak waktu bermainku. Saat ini aku sedang dikelas, saat ini sedang jam kosong karena guru Bahasa inggris kami sedang ada keperluan. Tiba-tiba Dita datang menghampiri mejaku
"Hid, ajarin passive voice, gangerti hehe" Ucap Dita
Tegar yang sedang bermain game seakan mengerti keadaan, dia memilih pindah tempat kebangku belakang
"Silahkan bos, semoga PDKT kali ini berhasil." Ucap Tegar sambil terkikik
Aku yang mendengar perkataan Tegar hanya bisa menghembuskan nafas panjang. Dita segera duduk disampingku dan mulai mengambil buku dan penanya untuk mencatat hal yang penting. Aku mulai mengajari apa yang kubisa. Sesekali aku mencuri-curi pandang kepadanya, hingga akhirnya aku ketahuan kalau aku sedang mencuri-curi pandang
"Ih jangan liat-liat, malu atuh"