“Arwan pulang ke Solo mbak, mbak ini pasti Vina ya?” bapak itu menjawab pertanyaan Vina sembari memarkirkan gerobak baksonya.
Vina terkaget dengan kabar yang baru saja ia dengar, kabar yang menyebutkan bahwa temannya sudah pulang ke Solo tanpa berpamitan dengannya.
“Iya pak, saya Vina lha bapak ini siapa?” Vina penasaran karena bapak ini tahu namanya.
“Saya bapaknya Arwan mbak. Ini Arwan kemarin nitip ini buat mbak” Bapak itupun kemudian duduk di sebelah Vina dan menyodorkan sutat kepada Vina.
Vina yang tidak sabar kemudia membuka lipatan surat tanpa amplop itu.
Untuk Vina yang selama ini telah mengisi hari-hariku di pulau ini.
Sebelumnya aku ucapkan terima kasih karena telah mau menjadi temanku dan berbagi cerita denganku. Aku juga mau meminta maaf karena aku pulang ke negeri asalku tanpa berpamitan denganmu. Aku merasa senang bisa menjadi temanmu dan mudah-mudahan kita dapat bertemu lagi suatu hari untuk berbagi cerita lagi.
Entah mengapa Vina merasa sangat kehilangan dengan teman yang baru dikenalnya 2 bulan ini. Perasaan sedih yang tiba-tiba menyerangnya, perasaan yang entah mengapa tak bisa ia jelaskan dan perasaan yang membuat dunianya kembali murung. Bapak Arwan meminta undur diri pada Vina yang sedari tadi termenung setelah membaca surat dari Arwan. Kemudian suasana hening menggelayuti hati Vina, hanya hening karena dia sekarang tak tahu lagi harus berbuat apa. Lelaki yang diharapkan dapat mengisi hatinya telah pergi meninggalkannya.