Belum sampai sepemakan sirih rombongan itu telah sampai di pinggir Kali Tempuran. Setelah mengikat kuda mereka, berurutan mereka menyebrang arus sungai yang agak deras itu, menuju sebuah goa yang lubang pintunya di dinding sungai.
Segera Sembada menyalakan obor untuk menerangi jalan mereka di goa itu. Sedikit demi sedikit langkah mereka kian dekat dengan ceruk di dinding goa, tempat benda-benda keramat milik kerajaan Medang Kamulan dulu disembunyikan Sembada dan Sekar Arum.
Temaram cahaya obor di tangan Sembada menerangi ceruk goa itu. Mata mereka menangkap wujud Songsong Tunggul Naga berwarna kuning keemasan bersandar di dinding goa. Di sampingnya sebuah tombak pendek berselongsong coklat mengkilap. Sedangkan Keris Jalak Saleksa dengan pendok emas berhias beberapa batu mulia menggeletak di atas tanah di bawah dua pusaka lainnya.
Senopati melangkah maju bersama ki Ageng Gajah Alit mendekati benda-benda keramat itu. Setelah melakukan sembah grana mereka segera mengambil Payung keramat dan tombak. Ki demang menyusul mengambil Keris Jalak Saleksa.
"Kita mencari tempat yang agak longgar untuk upacara kecil membersihkan tombak Naga Kumala milik Ki Ageng Gajah Alit." Ajak Mpu Barada.
Sembada yang paling mengenal tempat itu segera mengajak mereka ke ruangan di mana ia sering berlatih. Tempat itu nampak bersih dan longgar, kelihatan bila ada yang sering merawatnya.
"Tempat ini terawat. Udaranya juga segar dan sinar matahari bisa masuk lewat celah di atap goa." Kata Sekar Sari.
"Aku dan kakang Sembada sering berlatih di sini." Jawab Sekar Arum.
"Ohh pantesan"
Mereka kemudian duduk melingkar. Sekar Arum menyerahkan sesaji berupa sekar telon  atau bunga triwarna dan kinangan kepada Mpu Barada. Sedangkan Sembada menyulut ujung dupa dengan api obornya.
"Buatkan aku perapian."perintah Mpu Barada. Sembada bergegas mengambil kayu bakar yang sudah lama ia simpan di pojok ruang itu. Ia membuat perapian ditempat yang sangat dekat dengan Mpu Barada duduk.