Mpu Barada waspada, nampaknya sukma Naga Kumala tidak mau keluar dari raga Sekar Arum. Guru suci itu segera membaca mantra dan berulang kali menghisap nafas panjang.
Setiap hisapan nafas sang maharsi seperti mengandung kekuatan dahsyat menyedot sukma itu, agar sukma naga itu mau keluar. Namun secara spontan Sekar Arum juga berperilaku serupa, menghisap udara  lewat hidungnya dan meregangkan otot-ototnya untuk mehahan agar getaran dalam tubuhnya tidak bergerak dari telapak kakinya naik ke atas kepala.
"Arum jangan kau membantu sukma naga itu untuk melawan. Tetaplah dalam kesadaran, bahwa sukma itu  tidak memberi keuntungan padamu, justru watak asli naga itu bisa merusak watakmu, menjadi gadis pendekar  yang keji dan kejam. "
Nalar Sekar Arum bekerja, ia mengerti nasehat empu suci itu. Kecenderungannya untuk melawan reda, ia tidak mau menghirup nafas dan meregangkan seluruh otot-ototnya. Â Dengan pasrah membiarkan sebuah getaran yang merambat dari ujung jari kakinya menuju ke atas.
Tiba-tiba semua mata menangkap sebuah bayangan seekor naga raksasa berwarna kuning  keemasan keluar dari raga Sekar Arum. Naga itu kemudian terbang melayang-layang mengitari mereka. Meski rasa takut menyelimuti setiap hati,  namun mereka diam dan pasrah sumarah kepada Hyang Widi.
"Kenapa kau mengganggu kenyamananku Mpu ?" Terdengar suara masuk ke telinga batin Mpu Barada.
"Aku tidak mengganggumu, tapi memintamu untuk kembali ke tempatmu semula, ke dalam  bilah tombak yang telah aku bersihkan dari lumuran darah yang mengotorinya."
"Tidak. Aku tidak mau. Aku  lebih senang bersemayam dalam raga gadis itu."  Jawab sukma Naga Kumala.
"Jika demikian aku akan memohon bantuan Hyang Anantaboga, raja diraja semua makluk melata. Dewa Pratala itu tentu berkenan membantuku."
"Aku tak percaya kamu bisa menghadirkannya. Beliaupun belum tentu mau hadir memenuhi permohonanmu."
"Baiklah. Akan aku bacakan mantra, kemudian menepuk tanah tiga kali." Mpu Barada mengangkat tangannya. Namun keburu Sukma Naga Kumala menyerah.