"Pantas. Saat aku melihat Sekar Arum beraksi di medan perang sungguh aku tak percaya. Semula aku bangga, gadis itu mampu melompat-lompat dengan lincahnya dengan menggunakan kepala musuh-musuhnya sebagai tumpuan kaki. Tetapi setiap kali ia menukik dari ketinggian karena ilmu peringan tubuhnya itu, selalu diikuti jeritan menyayat musuhnya. Dengan kejam ia membabatkan pedangnya. Ia tidak pilih-pilih siapa lawan yang dijadikan korbannya. "
"Benarkah ?"
"Benar Mpu. Melihat itu aku sempat bertanya-tanya, dari tetesan darah siapa ia lahir. Aksinya benar-benar membuat hatiku prihatin."
"Di manakah sekarang tombakmu berada ?"
"Disembunyikan oleh gadis itu dan Sembada bersama pusaka Medang Kamulan lainnya yang dulu hilang, Songsong Tunggul Naga dan Keris Jalak Saleksa"
"Aku bisa membantu mengembalikan sukma Naga Kumala itu ke tempatnya semula. Agar kembali bersemayam pada bilah tombakmu."
"Baik Mpu. Aku ucapkan terima kasih. Mata batinku benar-benar tak mampu melihat sukma naga penghuni tombakku yang kini bersemayam dalam raga putriku."
Ki Ageng Gajah Alit seolah tak lagi sabar menunggu senopati mengutarakan maksud kedatangannya, hendak mengambil kembali pusaka-pusaka kerajaan Medang Kamulan yang hilang. Ia segera bertanya kepada Sembada, putra senopati itu yang mendapat tugas dari Gusti Narotama mengambil benda-benda keramat yang konon telah dikuasai tokoh hitam di hutan Lodhaya.
"Sembada, benarkah warta ayahmu bahwa tombakku Naga Kumala berhasil kau selamatkan ?" Tanyanya.
"Benar Ki Ageng. Tombak itu telah kami bawa, bersama dua pusaka keramat lainnya, Songsong Tunggul Naga dan Keris Jalak Saleksa. Namun kini kami sembunyikan di suatu tempat, demi keselamatan benda-benda itu.Â
Jika perang telah usai, dan keamanan kademangan telah pulih kembali, kami menunggu perintah untuk mengambil kembali benda-benda tersebut.