"Di sebuah sendang. Tapi aku lupa nama sendang itu."
"Sendang Sumber Sanga, dekat dusun Trisula."saut Sembada.
"Gara-gara ular ini bilah tombak ayah terlumuri darah. Sudah aku coba membersihkannya namun gagal mengembalikan keadaan tombak itu seperti semula. Kini bilahnya berwarna hitam." Terang Sekar Arum.
"Aku sanggup mengembalikannya seperti keadaan semula. Asal kamu bisa mencarikan syaratnya." Tiba-tiba Mpu Barada nimbrung bicara.
"Benarkah Mpu ? Apa syarat yang harus aku penuhi ?." Tanya Sekar Arum gembira.
"Buatkan sesajen kecil. Sekar telon dan Kinangan. Jangan lupa bawa dupa dan alat pemantik api." Jawab Mpu Barada.
"Kalau itu saratnya, semua sudah ada Mpu. Daun sirih, pinang, enjet selalu tersedia di rumah ini. Bunga mawar, kanthil dan kenanga juga tumbuh di halaman ini. Kakang Sembada telah menanamnya."
"Jika demikian segera persiapkan Arum. Sore ini kita bersama akan pergi ke goa Tempuran." Kata Ki Ageng Gajah Alit.
"Siap, ayah." Jawab Sekar Arum.
Demikianlah ketika matahari sudah agak jauh bergeser ke barat, dan sinarnya tak lagi membakar kulit, sebuah rombongan berkuda keluar dari halaman rumah Mbok Darmi. Senopati tidak membawa pengawal, empat prajurit Bala Putra Raja itu diminta tinggal di rumah Mbok Darmi.
Sembada dan Sekar Arum menghela kuda mereka di barisan depan. Di belakang mereka Mpu Barada dan Ki Ageng Gajah Alit. Kemudian senopati dan ki demang Sentika. Pada barisan belakang Handaka dan Sekar Sari. Ki Ardi tak berkenan ikut rombongan itu, karena ingin melanjutkan kerjanya membersihkan kebun belakang rumah janda tua di dusun Majalegi milik ibu angkat Sembada.