Tentang tombak Naga Kumala sebenarnya Sekar Arumlah yang lebih dulu mengenali. Aku belum pernah melihat pusaka Ki Ageng itu sebelumnya. Sejak melihat tombak itu Sekar Arum sudah tahu bahwa tombak itu milik Ki Ageng. Katanya, sejak kecil ia sering melihat tombak itu di kamar peraduan Ki Ageng."
"Iyah, tombak itu aku letakkan pada plangkan dekat tempat tidurku. Tak aku sangka Sekar Arum punya perhatian padanya, sehingga masih ingat bahwa tombak itu pusakaku. Padahal kala itu ia masih kecil. Â Semula aku mengira benda itu ikut terbakar oleh api yang berkobar membakar rumahku."
"Di mana benda-benda keramat itu sekarang kalian sembunyikan, Sembada ?" Tanya senopati.
"Semuanya aku sembunyikan di ceruk goa yang berada di dekat dusun ini ayah." Jawab Sembada.
"Goa Tempuran ?" Ki Demang Sentika bertanya menebak.
"Benar Ki Demang." Jawab Sembada.
Sekar Arum yang sejak tadi ikut mendengarkan percakapan setelah menyuguhkan minuman para tamunya tiba-tiba nimbrung bicara.
"Ayah aku minta maaf, tanpa minta ijin kepada ayah aku gunakan tombak ayah untuk melawan ular raksasa yang kami temui dalam perjalanan pulang."
"Ular raksasa ? Benarkah ? Di mana kalian bertemu ular itu ? Jangan-jangan ular sebesar lengan sudah kau anggap seekor naga." Kata ayahnya sedikit bergurau.
Sekar Arum tiba-tiba berdiri dan meninggalkan tempat duduknya. Bergegas ia masuk kamarnya. Semua orang agak heran, apakah gadis itu merajuk gara-gara gurauan ayahnya ? Namun semua terkejut ketika gadis itu membawa kulit seekor ular di tangannya.
"Besar sekali ular itu. Di mana kau temukan ular sebesar ini Arum" tanya Sekar Sari.