Dua gadis putri Ki Ageng Gajah Alit melanjutkan kerja mereka. Empat kelapa muda yang kemarin dipetik Sembada segera dikupasnya. Mereka membuat serbat untuk hidangan tamu siang hari itu. Dengan campuran madu lebah hutan tentu akan nikmat rasanya.
Setelah minuman jadi segera mereka bawa ke ruang tengah. Dengan cekatan dan trampil mereka menyuguhkan minuman itu kepada para tamu yang duduk di amben bambu besar itu.
Namun Mpu Barada agak terkejut ketika melihat putri Ki Ageng Gajah Alit yang bungsu itu. Berulang kali ia menggosok matanya, untuk meyakinkan diri bahwa pandangannya tidak salah. Guru suci itu melihat bayangan kepala seekor naga raksasa berwarna kuning emas mengikuti Sekar Arum kemanapun ia pergi. Kepala naga itu seolah muncul dari raga Sekar Arum.
Segera Mpu Barada menggamit lengan Ki Ageng Gajah Alit yang duduk di sisinya. Â Dengan isyarat beliau minta bekas tumenggung itu mendekatkan telinganya. Â Lantas dengan amat pelan Mpu Barada berbisik.
"Aku menangkap sesuatu yang ganjil pada putri bungsumu. Ki Ageng." Kata Mpu Barada.
"Ganjil bagaimana maksud Mpu ?" Jawab Ki Ageng Gajah Alit.
"Ada sukma seekor naga raksasa yang menyatu dalam raga putrimu."
"Sukma Naga Raksasa ? Benarkah ?" Ki Ageng Gajah Alit terkejut.
"Yah. Naga raksasa berwarna kuning keemasan." Kata Mpu Barada.
"Oh, itu Sukma Naga Kumala yang bersemayam dalam tombak pusakaku."
"Naga itu bisa mempengaruhi watak gadismu. Ia bisa berbuat keji dan kejam seperti seekor naga."