"Memang. Dan ini sangat kontras dengan beberapa orang yang katanya cinta menulis di social media, padahal tak satu pun karyanya sukses , tapi kasarnya sudah kelewatan. Seakan menguasi semua cabang ilmu pengetahuan, kesenangannya menghakimi kepribadian orang dan merendahkan mereka. Orang semacam itu jika berkisah, biasanya kata-katanya rumit dan terasa lemah, sebab sebagian besar energi telah dia habiskan buat memaki-maki orang."
"Ah, Bunda kok menghakimi juga... " keluhku mencoba mengkritiknya.
"Oh iya ya, hehe." Bunda terkekeh.
"Hehe."
Terpengaruh kesenangan Bunda berkisah, juga kesenangannya membaca, aku jadi tertarik meminjam buku-bukunya. Tanpa terasa aku jatuh cinta kepada pelajaran bahasa dan sastra. Nilai empat dan nilai tiga boleh-boleh saja mempermalukanku pada pelajaran kimia, fisika, dan materimatika, tapi Bahasa dan Sastra Indonesia tidak. Jika tidak sepuluh paling tidak nilaiku Delapan. Sejak SD hingga SMA, Bahasa Indonesia menempati urutan teratas sebagai pelajaran paling kusuka. Yang karenanya pula, diam-diam dan perlahan, tertanam dalam hatiku pohon cita-cita, ingin menjadi professor bahasa.
"Wahyu!"
"Ya, Bunda" sahutku dari kamar.
"Sini!"
Kuhampiri dia ke beranda belakang.
"Kamu tidak sekolah?"
"Hari-hari bebas Bunda, minggu kemarin ujian akhir semester."