Mohon tunggu...
Silvi Novitasari
Silvi Novitasari Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Penyuka kamu, buku, senja, dan keindahan. Sempat jadi orang yang ansos, tapi akhirnya jadi orang sosial lewat tulisan. Bahkan menjadi sarjana sosial :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kenanga

27 November 2017   22:38 Diperbarui: 27 November 2017   23:31 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Para ulama itu yang membunuhnya?"

"Bukan, tapi kaum awam. Para ulama menjatuhkan hukuman, kaum awam mengeksekusi."

"Kukira, itu karena mereka terlalu panatik dalam beragama, Bunda."

"Bunda lebih suka jalan selamat. Bunda lebih suka menjaga kata-kata. Jika tanpa dikatakan kita bisa lebih selamat, Bunda lebih suka tidak mengatakannya. Sebuah pepatah menyebutkan, keselamatan seorang manusia itu tergantung dari kepandaiannya menjaga lisan."

"Betul juga ya, Bunda."

"Begitulah."

"Dan pula, apa gunanya menyakiti orang dengan kata-kata, bukankah lebih menyenangkan saat membahagiakan mereka? Ucapan membahagiakan apa pun kita sampaikan kepada orang, efek bahagianya kita pun akan rasakan. Seorang anak berjalan bersama ayahnya ke sebuah lembah. Di sana anak itu jatuh dan teriak, 'Aduh'. Dari kejauhan dia dengar orang berkata 'Aduh'. Dia teriak lagi, 'Hai, siapa kamu'. Dari kejauhan terdengar olehnya, "Hai, siapa kamu!". Dia teriak lagi, 'Hai pengecut!', terdengar, 'Hai pengecut!'."

"Terus?"

"Mendengar itu ayahnya tersenyum, 'Anakku, coba teriakkan olehmu 'Hai, kamu baik!'. Anak itu nurut, 'Hai, kamu baik', terdengar 'Hai, kamu baik!'. Heran si anak bertanya, 'Siapakah dia ayah?' Ayahnya menjawab, 'Itu gema, pantulan suaramu sendiri. Tapi begitulah kehidupan, apa yang kamu katakan, efek baik atau buruk kata-kata itu akan padamu pula kembalinya."

"Menarik sekali kisahnya."

"Dan pula, Wahyu.... " Bunda menarik nafas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun