Membuat alternatif perilaku lain yang positif dengan menggunakan kreativitas yang ada pada diri sendiri.
Mempertanyakan diri sendiri apakah bersedia mengubah perilaku A tersebut dengan alternatif yang baru.
Mempertanyakan diri sendiri apakah alternatif tersebut menggangu fungsi tubuh yang lain.
Dalam konteks psikologi, reframing sering digunakan dalam terapi kognitif dan terapi perilaku kognitif (Cognitive Behavioral Therapy/CBT). CBT didasarkan pada prinsip bahwa emosi dan perilaku seseorang sering kali merupakan hasil dari cara mereka berpikir tentang suatu situasi. Jika pikiran atau keyakinan dasar tentang suatu peristiwa negatif, maka perasaan dan tindakan mereka cenderung akan mengarah ke arah yang negatif pula. Reframing memungkinkan seseorang untuk memodifikasi pola pikir ini, sehingga dapat menghasilkan emosi yang lebih positif dan perilaku yang lebih adaptif. Terapi kognitif, yang dikembangkan oleh Aaron Beck, menekankan pentingnya mengidentifikasi dan menantang pikiran otomatis negatif (negative automatic thoughts) dan menggantinya dengan pemikiran yang lebih seimbang dan realistis. Reframing adalah alat penting dalam proses ini, karena dengan reframing, seseorang tidak hanya mengubah pikiran mereka, tetapi juga mampu mengubah cara mereka merasakan dan bereaksi terhadap peristiwa tertentu.
B.JENIS-JENIS REFRAMING
Reframing dapat dilakukan melalui berbagai cara, tergantung pada jenis masalah atau situasi yang dihadapi. Berikut adalah beberapa bentuk reframing yang umum:
- Content Reframing (Reframing Isi): Dalam pendekatan ini, aspek dari situasi yang sama diinterpretasikan dengan makna yang berbeda. Misalnya, ketika seseorang merasa stres karena terlalu sibuk dengan pekerjaan, reframing dapat mengubah cara pandang dengan menekankan bahwa kesibukan tersebut adalah tanda dari tanggung jawab yang tinggi dan kepercayaan yang diberikan kepadanya oleh atasan. Peristiwa atau situasi yang sama dapat dipahami secara berbeda jika maknanya diubah. Cara kerja; Fokus pada inti dari pengalaman atau peristiwa, kemudian berikan interpretasi alternatif yang membuat pengalaman itu lebih diterima atau positif. Contoh; Perasaan Cemas: Seorang individu merasa cemas sebelum wawancara kerja. Dalam reframing isi, kecemasan tersebut bisa dipandang sebagai tanda bahwa individu tersebut sangat peduli dan termotivasi untuk melakukan yang terbaik.
- Context Reframing (Reframing Konteks): Ini melibatkan pengubahan konteks di mana situasi atau perilaku tertentu dianggap negatif. Misalnya, jika seseorang dianggap terlalu keras kepala, context reframing akan menyoroti bahwa dalam beberapa situasi, kekerasan kepala ini mungkin menjadi aset, misalnya dalam hal memperjuangkan prinsip atau keyakinan yang benar. Setiap perilaku atau kejadian dapat dianggap sesuai atau tidak sesuai tergantung pada konteksnya. Cara Kerjannya Fokus pada perilaku atau sifat yang tampaknya negatif, dan kemudian cari konteks lain di mana perilaku tersebut bisa bermanfaat atau diinginkan. Contoh: Â Keras Kepala: Seseorang dianggap keras kepala. Dalam konteks reframing, keras kepala bisa dilihat sebagai ketekunan atau komitmen pada tujuan, yang sangat dibutuhkan saat menghadapi tantangan besar.
- Outcome Reframing (Reframing Hasil): Pendekatan ini menekankan pentingnya fokus pada hasil atau tujuan yang diinginkan. Daripada melihat hambatan sebagai kegagalan, reframing hasil mengajak seseorang untuk melihatnya sebagai langkah penting menuju pencapaian yang lebih besar. Ini memungkinkan orang tetap fokus pada tujuan akhir, alih-alih terpaku pada rintangan.
- Personal Reframing (Reframing Diri): Melalui reframing ini, seseorang diajak untuk melihat kemampuan, bakat, dan kekuatannya yang sebelumnya tidak disadari. Reframing diri berguna untuk mengubah citra diri yang negatif menjadi lebih positif dan realistis, sehingga individu lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan hidup.
- Reframing Positif; Reframing positif adalah teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi sisi positif dari suatu situasi yang secara umum dianggap negatif. Tujuan utama dari jenis reframing ini adalah mengurangi beban emosi negatif dan menggantinya dengan emosi yang lebih positif. Setiap situasi, bahkan yang tampaknya negatif, memiliki potensi untuk memiliki aspek positif yang tersembunyi.Â
- Fokus pada aspek positif dari peristiwa atau situasi tersebut, dan bagaimana hal itu dapat mempengaruhi individu secara konstruktif. Contoh; Putus Cinta: Seseorang putus hubungan. Reframing positif bisa melihat putus cinta sebagai kesempatan untuk mengevaluasi diri dan menemukan pasangan yang lebih sesuai di masa depan
- Reframing Behavioral (Perilaku); : Reframing ini berkaitan dengan mengubah cara individu memahami dan merespons perilaku tertentu, baik perilaku sendiri maupun orang lain.Perilaku yang tampak negatif atau merugikan dapat diubah maknanya jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda.Fokus pada memahami alasan di balik perilaku dan bagaimana perilaku itu bisa dilihat sebagai adaptasi atau reaksi yang sesuai dalam konteks tertentu. Contoh: Anak yang Agresif: Seorang anak yang sering berperilaku agresif mungkin dipandang sebagai anak yang mencoba mendapatkan perhatian karena merasa diabaikan
C.Manfaat dan Keuntungan Reframing
     Reframing memiliki sejumlah manfaat signifikan bagi individu, baik dalam konteks pribadi maupun profesional. Beberapa manfaat utama reframing adalah:
- Mengurangi Stres dan Kecemasan: Reframing dapat membantu seseorang untuk mengatasi stres dan kecemasan dengan mengubah cara mereka memandang situasi yang mereka anggap mengancam. Dengan cara pandang baru, peristiwa yang sebelumnya menimbulkan stres dapat dianggap sebagai tantangan atau kesempatan, bukan ancaman.
- Meningkatkan Kemampuan Mengatasi Masalah: Orang yang terampil dalam reframing cenderung lebih fleksibel dalam menghadapi masalah. Mereka tidak mudah terjebak dalam pemikiran negatif atau pesimistis, melainkan cenderung mencari sudut pandang alternatif yang membuka peluang solusi.
- Membangun Ketangguhan Psikologis: Dengan reframing, individu dapat membangun ketangguhan (resilience) yang lebih baik, karena mereka belajar untuk melihat tantangan dan kesulitan sebagai bagian dari proses pertumbuhan dan pembelajaran. Ini membuat mereka lebih tahan terhadap kegagalan dan lebih mudah bangkit setelah mengalami kesulitan.
- Meningkatkan Relasi dan Interaksi Sosial: Dalam hubungan interpersonal, reframing bisa membantu seseorang memahami perspektif orang lain, sehingga mengurangi konflik dan meningkatkan komunikasi yang lebih efektif. Seseorang dapat belajar untuk tidak langsung bereaksi negatif terhadap kritik atau keluhan, tetapi mencoba untuk melihatnya dari sudut pandang yang lebih konstruktif
- Membangun Pola Pikir Positif: Dengan membiasakan diri untuk melakukan reframing, seseorang dapat mengembangkan pola pikir yang lebih positif dan optimis. Ini sangat penting dalam menjaga keseimbangan emosional dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
D.Tantangan dalam Menerapkan Reframing
Meskipun reframing sangat bermanfaat, ada beberapa tantangan yang mungkin dihadapi saat menerapkannya;
- Keterikatan pada Pola Pikir Lama: Orang sering kali terjebak dalam pola pikir yang sudah terbentuk lama, dan sulit untuk keluar dari kerangka berpikir tersebut. Keyakinan yang telah berakar dalam tentang diri sendiri, orang lain, atau dunia seringkali menjadi hambatan dalam proses reframing.
- Kesadaran dan Latihan yang Konsisten: Reframing membutuhkan kesadaran yang tinggi dan latihan yang konsisten. Seseorang harus mampu mengenali pola pikir negatif secara real-time dan kemudian dengan sengaja memilih cara pandang yang lebih positif. Ini tidak selalu mudah, terutama dalam situasi yang penuh tekanan atau emosi yang intens.
- Kegagalan Melihat Manfaat Reframing: Beberapa orang mungkin skeptis terhadap reframing, terutama jika mereka merasa bahwa reframing hanyalah cara untuk "mengabaikan" atau "meremehkan" masalah yang ada. Padahal, reframing bertujuan untuk memberikan pemahaman baru yang lebih memberdayakan, bukan mengabaikan kenyataan.
E.Tahap-tahap Refreming