Kencana menarik nafas panjang. Kepribadian misterius suaminya itu sudah seperti sahabat karib yang selalu setia menemani. Sakit. Tapi lama-lama menjadi biasa.
Sisa-sisa sinar matahari senja menerobos tipis dan condong ke arah mereka, lewat daun-daun Asam Kranji. Di bawah pohon yang teduh itu mereka berdua duduk di kursi malas.
Klebat mendadak beranjak dari kursi, dengan suara tanpa dosa dia mendekati tanaman melati yang menyemak. "Kencana, sini! Banyak capung di sini!"
Kencana pun menjawab dengan malas, "Di sini juga banyak!" Ia lalu mencoba menggali lebih dalam sisi misterius suaminya, "Kangmas, apa yang menjadi keinginanmu dalam hidup ini?"
"Maksudnya?"
"Ya.., seperti cita-cita?"
"Cita-cita? Ya, ada cita-citaku yang sejak kecil belum terwujud!"
"Apa itu?"
"Membunuh orang yang telah membunuh ayahku!"
"Belum terwujud?"
"Belum. Gara-gara aku ketemu seorang gadis yang membuatku jatuh cinta setengah mati!"