Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (114): Sebuah Pembalasan

3 Desember 2024   05:23 Diperbarui: 3 Desember 2024   06:19 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yang bisa menyelamatkan nyawa Kencana hanya Klebat, suaminya. Karena kanjeng pasti tidak ingin melihat cucunya bersedih hati akibat kehilangan orang yang dicintainya. Tapi itu pun jika Klebat memang benar-benar mencintai istrinya. Akan tetapi, Mbok Cipluk yang dicintai Klebat pun bisa disingkirkan oleh kanjeng dengan mudah.

Menyadari kenyataan bahwa dia kini berada di dalam sarang musuh yang sangat berbahaya, membuatnya menyerah. Ia menyesali ketakberdayaannya. Ia memang tidak seberani Ki Suro, si penyusup bodoh itu. Andaikata ia sanggup melawan murid yang begitu banyaknya, belum tentu ia akan sanggup menghadapi Kanjeng Wotwesi, apalagi menghadapi pendekar andalan kanjeng yang bergelar Iblis Muka Gedeg. Ia sendiri belum pernah melihat pendekar yang terkenal raja tega itu, hanya sering mendengar cerita mengenai sepak terjangnya saja.

Biarlah bersabar sambil menunggu saatnya tiba, saat datangnya kesempatan baik untuk turun tangan memberantas kemungkaran, tapi entah kapan.

'Ya, selama ini orang begitu hebatnya menggunakan retorika bahwa mereka peduli dengan ketidakadilan. Tapi tidak berbuat banyak ketika ketidakadilan itu hadir di tengah mereka!' keluh Ki Renggo kepada dirinya sendiri, 'Retorika indah tapi hampa makna!'

Sebagai seorang pengamat yang cermat, ia bukannya tidak tahu rasa kesepian yang dialami Kebo Klebat. Ia diam-diam menyebarkan hal itu di tengah masyarakat. "Pernikahan itu hanya sandiwara. Rasa sepi itu tetap menyelinap abadi dalam hati Raden Klebat. Rasa kesepian itulah yang membuat hidupnya menjadi kisah yang memilukan."

Rumor hangat yang menimbulkan rasa penasaran banyak orang itu langsung dilahap. Berbagai pertanyaan pun bermunculan. Apa yang terjadi dengannya? Bukankah ia memiliki segalanya, istri cantik dan kekayaan melimpah? Mengapa kesaktian luar biasa yang ia miliki, yang oleh dunia persilatan disebut lebih hebat dibanding Kebokicak, Topo Surantanu, Ki Blandotan Kobra, Ki Kalong Wesi, kok sampai menderita kesepian?

Jawabannya, satu penyebab utama dari banyak penyebab lain, yaitu hubungan buruk Klebat dengan kakeknya. Kanjeng Wotwesi itu hanya memanfaatkan cucunya demi memenuhi ambisi pribadinya.

Kanjeng Wotwesi menggerutu sambil berharap dunia memahami. "Akulah, kakeknya, yang membesarkan Klebat. Aku yang mencetaknya dari anak desa pemalu menjadi pendekar paling hebat. Keterlaluan sekali orang-orang itu, menuduh aku sebagai kakek yang tidak tahu diri karena memanfaatkan cucu!"

"Tidak perlu dihiraukan, Kanjeng!" sahut Ki Dewan.

"Apa istilah yang mereka bilang, 'Menunggang kuda', artinya aku menumpang pada cucuku yang lebih sukses untuk mempercepat kesuksesanku!"

"Ha..ha.., itu omongan ngawur! Mereka itu hanya orang melarat yang membenci orang sukses dan kaya raya!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun