Ia pamit kepada suami dan kakek kanjeng untuk pulang menjenguk ayahnya. Mungkin sekitar sepuluh hari.
Ia akan mencari dukun santet yang sangat sakti melebihi kesaktian kanjeng. Jika bisa membunuh kanjeng, dia merasa yakin bisa menguasai Klebat. Suaminya itu akan jauh lebih mudah dibujuk untuk mengikuti semua kemauannya. Kalau tidak bisa dibujuk, akan disingkirkan sekalian.
Ia menemui seorang teman laki-laki yang dulu pernah mencintainya. Ia sebetulnya diam-diam juga jatuh hati, tapi lantaran lelaki itu hanya bekerja sebagai pegawai rendahan di kademangan, ia urung menambatkan hatinya.
"Aku sekarang sangat butuh bantuanmu!" kata Kencana serius setelah mengadukan semua penderitaan yang dialaminya.
"Kenapa kamu tidak menolak sewaktu dulu dijodohkan!"
"Demi sebuah pengakuan agar aku disebut sebagai anak yang patuh dan bisa membahagiakan orang tua!"
Prana, lelaki yang sudah menikah dan memiliki seorang anak itu bertanya dengan nada penasaran, "Kencana, bukannya aku tidak mau membantumu, tapi apa kamu sudah mempertimbangkan rencanamu itu dengan masak?"
"Pasti sudah. Lagi pula kanjeng itu orang jahat yang kejahatannya tidak boleh dibiarkan merajalela! Aku tidak ingin ada banyak korban berjatuhan seperti yang aku alami!"
"Aku dengar Kanjeng Wotwesi itu sangat sakti! Tidak mudah untuk menemukan dukun yang mau dan bisa menyantetnya! Aku mengkhawatirkan keselamatanmu jika nanti kita gagal membunuhnya! Itu masalahnya!"
"Kita cari dukun yang lebih sakti. Pasti ada! Bukankah ada langit di atas langit?"
"Baik! Aku pernah dengar ada dukun yang sangat sakti, akan aku cari informasinya! Kamu tahu, Wati, aku rela melakukan ini karena aku masih sangat mencintaimu!"