Mohon tunggu...
taufiq candra
taufiq candra Mohon Tunggu... Freelancer - Saya adalah mahasiswa di salah satu universitas swasta di Jakarta.

Saya menulis di kompasiana dalam rangka untuk belajar bagaimana menulis yang baik dan menginspirasi orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Potret Jeritan Syair Anak Jalanan

28 Februari 2018   19:05 Diperbarui: 1 Maret 2018   11:58 993
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tidak kenal dengan novel Surat Kecil Untuk Tuhan. Novel yang satu ini sangat akrab di telinga masyarakat Indonesia yang juga menjadi gandrungan untuk setiap generasi.  Ceritanya yang hangat di hati dan cara penceritaan yang terkesan mengalir dan tidak membosankan membuat nama novel ini kian harum di balik derasnya novel-novel yang terbit. 

Sekitar 7 tahun yang lalu novel ini mampu menarik perhatian pembaca dan memberikan pemaparan kisah yang sarat dengan makna. Inti cerita yang bersumber dari kisah nyata seorang gadis bernama Gita Sesa Wanda Cantika atau Keke yang mengidap penyakit kanker jaringan lunak (Rhabdomyosarcoma)ganas, rasanya mampu menguras air mata pembacanya sehingga takheran jika Surat Kecil Untuk Tuhan termasuk dalam jejeran novel bestsellerIndonesia.

Kepopularitasan novel ini takhilang begitu saja sejak debutnya sebagai novel bestsellerIndonesia, selanjutnya novel ini kembali berkiprah dan diangkat menjadi kisah dalam layar lebar. Walau diangkat dari novel, film ini juga mampu menarik banyak penonton dan menjadi inspirasi bagi para pembaca novel dan siapa saja yang menontonnya. Selain menyihir mata penonton dengan adegan-adegan yang amat mendramatisir, lugas, dan penuh dengan pelajaran pahit getir kehidupan, film ini juga menyusul kesuksesan novel yang telah diterbitkan sebelumnya.

Seperti ingin mengulang kesuksesan yang sama atau bahkan lebih, penulis asli novel Surat Kecil Untuk Tuhan Agnes Davonar akhirnya meluncurkan sebuah novel karya terbaru di tahun 2016 dengan judul yang sama yakni Surat Kecil Untuk Tuhan tetapi bertajuk edisi terbaru. Namun patut digarisbawahi, novel ini bukanlah karya remakedari penulisnya sebatas untuk menarik perhatian para pembaca. Akan tetapi, novel ini merupakan novel yang memiliki perbedaan pada cerita, latar belakang, dan juga alurnya, hanya saja ini cerita baru dengan judul yang sama.

Sekilas Agnes Davonar merupakan nama pena keluarga bersaudara yang memulai kariernya dari menulis blog antara tahun 2008-2009. Agnes berasal dari namanya sedangkan Davonar diambil nama dari adiknya. Bernama asli Agnes Li, perempuan yang lahir di Jakarta 8 Oktober 1990 dan Teddy Li, sang adik laki-laki yang lahir di Jakarta,7 Agustus 1992 merupakan anak dari pasangan mendiang Ng Bui Cui dan Bong Nien Chin. Mereka adalah Dua saudara yang besar dan tumbuh dalam lingkungan seni. Ayahnya adalah seorang penulis kaligrafi Cina sedangkan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga yang hebat.

Dari dua orang kakak beradik yang sukses menggapai puncak keemasan lewat dunia sastra ini, beragam karya telah diciptakannya. Bahkan, melalui novelnya yang selalu mengundang perbincangan publik, masyarakat kini mulai mengenal mereka sebagai salah satu penulis papan atas yang patut diapresiasi karyanya. Karya-karya mereka yang fenomenal dan kerap kali diadaptasi ke layar lebar, membuat nama mereka kian harum seiring karyanya yang semakin banyak menjamur di hati masyarakat.

Memulai kariernya sebagai penulis amatir di sebuah blog, siapa sangka mereka mampu berkembang dengan sangat cepat menjadi penulis yang besar hingga mampu melahirkan banyak buah karya yang memikat. Dua kakak beradik ini telah melahirkan banyak cerita online yang begitu dekat dengan kehidupan pembacanya. Lebih dari sejuta pembaca telah melihat karyanya lewat situs pribadinya www.agnesdavonar.net. 

Terlepas dari itu semua, selain dikenal sebagai blogger papan atas Indonesia dengan sejumlah prestasi internasional, mereka juga dikenal sebagai penulis novel best seller yang telah melahirkan 9 novel fisik dan 2 biografi sukses yang diakui di beberapa Perpustakaan Universitas Asia dan Australia sebagai koleksi resmi.

Secara keseluruhan, novel ini sangat baik untuk dibaca oleh segala usia. Bahkan, novel ini kiranya amat cocok untuk dijadikan bacaan anak sebelum tidur. Dengan balutan latar dan alur yang indah, kisah ini seolah berhasil membolak-balikkan perasaan pembaca. Betapa tidak, dari cerita yang amat segar dengan menghadirkan permasahan umum yang belum terlihat titik terangnya dan terkesan masih melayang, novel ini mampu mengeksplor jalan cerita yang kompleks dan disusun apik sehingga tanpa disadari dapat menyajikan kisah yang mendalam tentang perjuangan hidup dua orang bersaudara dalam menghadapi ganasnya kehidupan metropolitan. Selain itu, dalam novel ini penulis juga mengangkat tema perdagangan organ atau organ traffickingdan eksploitasi anak yang santer terdengar di telinga masyarakat sebagai topik pembicaraan yang menjadi konsen utama dalam menemani pembacanya selama membaca.

Hal ini dapat secara langsung ditemukan pada beberapa tempat dari novel yang mengindikasikan pemunculan organ traffickingdan eksploitasi anak sebagai ide pokok cerita yang mengacu dan mengarahkan arahnya jalan cerita untuk menyajikan berbagai peristiwa sebagai kisah inspiratif yang terilhami dari kisah nyata. Di bawah ini merupakan salah satu kutipan yang mengungkapkan kehadiran organ traffickingsebagai tema cerita yang melatarbelakangi segala peristiwa selanjutnya.

Om Rudy menerima telepon dari suara misterius yang ada di pesawat telepon rumahnya. Penelpon itu berkata bahwa ia membutuhkan dengan segera donor jantung anak-anak, usia 8-10 tahun dengan kondisi bagus. Si penelpon meminta Om Rudy untuk mencarikan donor sesuai kriteria tadi.

"Akan saya usahakan secepatnya, Bos. Paling lambat kapan toh, dibutuhkan?"

"Tiga hari dari sekarang."

"Terlalu cepat lah. Bisa satu minggu ndak?"

"Tidak bisa. Tiga hari, dan yang ini berani bayar mahal...kamu bisa kaya!"

(Hal. 83)

Dari kutipan di atas, tergambar negosiasi yang sedang dilakukan tokoh Om Rudy dengan salah seorang penelpon yang diyakini adalah bosnya. Dalam perbincangan terselubung mereka, keduanya membicarakan tentang pasar gelap penjualan organ di mana tokoh Om Rudy bertindak selaku pihak penyedia donor jantung untuk pelanggannya. Dari percakapan keduanya, pembaca dapat mengetahui bahwa percakapan ini bukanlah negosiasi mereka untuk pertama kalinya. 

Jelas keduanya telah saling mengenal sebelumnya jika dilihat dari keakraban percakapan mereka. Selain itu, apabila ditelusuri dari kesepakatan yang mereka buat dapat dipastikan bahwa keduanya telah banyak terlibat dalam beberapa penjualan organ sebelumnya sehingga mudah saja bagi mereka untuk mencapai kata mufakat dalam sebuah kesepakatan.

Jika mengacu dari percakapan di atas, kutipan tersebut sudah dapat mewakili tema sebenarnya yang ingin disuguhkan oleh Agens Davonar sebagai penulis, apa lagi kalau bukan organ traffickingyang terbalut dalam pengeksploitasian anak. Hanya saja dalam upaya memepertegas tema yang ingin disuarakan, penulis kembali menampilkan bukti lain seperti yang dilansir pada kutipan di bawah ini.

"Lancar dan sukses. Terima kasih ...," ucap orang di balik telepon itu, singkat padat.

"Jadi tuh anak sudah selesai kan? Jantungnya oke?"

"Oke banget, kok. Aman."

"Kalau begitu, jangan lupa ambil sisa uangnya."

"Siap, Bos."

(Hal. 104-105)

Dari penggalan percakapan di atas, sekilas dapat disimpulkan bahwa keduanya yakni tokoh Om Rudy dan bosnya sedang melakukan proses transaksi pembayaran dari penjualan organ yang telah mereka kerjakan. Sejenak, jika dipikirkan percakapan keduanya menandakan telah jatuhnya seorang korban dari perdagangan organ yang telah mereka lakukan. Bagaimana tidak, jika seorang anak kehilangan jantungnya, sebagai ganti takada lagi organ yang mampu memompa darah dalam tubuhnya sehingga mungkin saja pendonoran ilegal ini dapat berakibat fatal bagi kehidupan pendonor, bahkan dapat berakhir kematian.

Oleh sebab itu, jarang sekali atau mustahil dapat ditemukan orang yang mau mendonorkan jantungnya karena hal itu sama saja dengan memberikan nyawanya kepada orang lain. Terlepas dari itu semua, percakapan di atas juga bermaksud untuk memberikan pemaparan hikmah dalam rangka mengedukasi pembaca tentang pasar gelap penjualan organ anak yang sangat marak terjadi Indonesia. 

Kasus seperti ini biasanya sering kali menjadikan anak jalanan, yatim piatu, dan anak-anak terlantar lainnya sebagai sasaran korban untuk keuntungan satu golongan semata. Di lain sisi, ada oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang menuai uang dan kekayaan dari kejahatan kemanusian yang mereka lakukan, namun di sisi lain ada segelintir orang yang menderita karena menjadi korban dari penjualan organ ilegal yang merenggut nyawa.

Pada dasarnya, Novel Surat Kecil Untuk Tuhan seri terbaru ini mengisahkan kisah pilu kakak beradik yang harus hidup yatim piatu semenjak kepergian ayah bundanya yang mengalami kecelakaan. Pada awalnya, penulis Agnes Davonar mengawali kisah dengan memperlihatkan respon kedua kakak beradik ini setelah mendengar berita meninggalnya kedua orang tua mereka. Hal ini tercantum jelas dari kutipan di bawah ini yang menyatakan pengenalan situasi tokoh Anton dan Angel.

Anton menangis sejadi-jadinya. Angel yang tak mengerti keadaan, menjadi panik dan ikut menangis keras. Rasa sedih sekaligus kecewa terhadap apa yang terjadi membuat Anton merasa tak bisa menerima kenyataan. Ayah dan ibu mereka berjanji untuk kembali dan berkumpul bersama mereka. Walau baru berusia 9 tahun, ia tahu apa arti kehilangan. Kini, ia hanya bisa menatap Angel dengan penuh kesedihan, sebab satu-satunya yang ia miliki kini hanyalah sang adik tercinta. (Hal. 7)

Dalam bagian ini, penulis memperkenalkan situasi yang menjadi awal perubahan kehidupan Angel dan Anton. Kepergian kedua orang tua mereka sepertinya menjadi sebuah momentum yang amat bersejarah dalam kehidupan keduanya. Status mereka yang berubah menjadi yatim piatu juga turut merangsang terjadinya perubahan yang sangat signifikan, baik secara fisik maupun psikis dan mempersulit hidup mereka dalam mengarungi kehidupan tanpa adanya naungan pendorong jasmaniah maupun batiniah dari orang tua tercinta.

Cerita ini pun kemudian dilanjutkan. Tak berlangsung lama setelah kepergian kedua orang tuanya, kedua kakak beradik ini akhirnya jatuh ke pangkuan bibi dan pamannya. Mereka berpindah tangan dan diasuh oleh keluarga keduanya ini yang tinggal di Bekasi. Sambil membantu Bibi, mereka berjualan kue di pasar.

Anton sang kakaklah yang banyak bekerja menemani Bibinya, sedangkan Angel sang adik berada di rumah bersama pamannya. Namun, nasib belum juga berpihak baik pada dua anak ini, Angel yang kerap diperlakukan taklayak oleh pamannya yang suka mabuk dan berjudi, selalu menempatkan Angel sebagai tempat pelampiasan dan siksaan atas segala masalah yang menimpanya. 

Taktahan dengan perlakuan kasar dan segala kekerasan yang harus diterima oleh adiknya. Anton sang kakak akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah lamanya yang berada di Jakarta.  Akhirnya mereka pergi secara diam-diam dengan meninggalkan sebuah surat untuk bibinya yang baik yang telah merawatnya selama ini. Hal ini tampak seperti yang termaktum dalam penggalan kutipan di bawah ini yang mendeskripsikan kepergian kedua kakak beradik ini dalam menemukan kehidupan yang lebih layak untuk mereka.

Angel dan Anton telah menyiapkan dua tas kecil untu mereka bawa dalam pelarian mala mini. Anton menuliskan sebuah pesan untuk bibirnya yang ia taruh di atas ranjang tempat mereka tidur. Tepat pukul satu dini hari, mengendap-endap dari kamar menuju ruang tamu dan kemudian membuka pintu perlahan. Kakak beradik itu berlari sekencang mungkin kini di keheningan malam. (Hal. 19-20)

Pada bagian inilah, terjadi rangsangan peristiwa yang menstimulasi berbagai peristiwa kedepannya. Selain itu, bagian ini juga merupakan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai permasalahan, pertentangan, ataupun kesukaran-kesukaran bagi para tokohnya.

Dari sinilah kisah bermula, sesampainya mereka di rumah yang sangat dirindukannya ternyata rumah itu telah hilang dan lenyap rata dengan tanah setelah mengalami pergusuran dari pemerintah. Memang takbanyak harapan yang tersisa untuk mereka dalam mengarungi kehidupan, hal ini pulalah yang memaksa keduanya untuk sementara waktu tinggal di bawah kolong jalan layang sampai akhirnya datang seorang pria bernama Om Rudy yang menawarkan makan dan tempat tinggal untuk berlindung dari dinginnya malam ibukota yang menusuk kulit-kulit tipis mereka.

Awalnya mereka menolak, namun karena dituntut keadaan untuk menemukan tempat berteduh dan makanan, sementara mereka sudah sangat kelaparan apa lagi ditambah dengan tabungan Anton yang sudah habis selama di perjalanan. Akhirnya, keduanya setuju dan terbujuk untuk ikut dengan Om Rudy dengan modus makanan yang enak dan rumah yang teduh yang mampu menciptakan harapan baru bagi mereka untuk terus hidup dan melanjutkan perjalanan mereka yang berada dalam ambang kegelapan

Bermula dengan kehidupan yang serba berkecukupan bersama Om Rudy, mereka diberi makan dan tempat berteduh seperti anak-anak jalanan lainnya seperti yang telah dijanjikan. Namun ternyata, Om Rudy bukanlah sosok malaikat seperti yang mereka kira. Lama-kelamaan watak jahatnya kelihatan. Siang malam Anton dan Angel secara tidak langsung dipaksa bekerja di jalanan hingga keduanya terjebak dalam suatu sindikat pemanfaatan anak-anak terlantar untuk menjadi pengemis jalanan. 

Dengan janji mencarikan orang tua asuh, kedua kakak beradik itu kemudian bekerja setiap hari demi mencari uang tanpa pernah sadar kalau mereka sedang dimanfaatkan oleh Om Rudy. Di usia mereka yang masih sangat belia, mereka diperbudak untuk menjadi mesin uang tanpa kenal waktu.

Hingga suatu hari, Angel mengalami kecelakaan serius ketika hendak mengamen di jalanan. Sontak peristiwa ini menggambarkan tegangan yang hendak dihadirkan oleh pengarang sebagai sorotan masalah dari novel ini. Sekilas hal ini terlampir nyata pada kutipan di bawah ini.

Anton segera berlari menuju tubuh adiknya yang terjatuh. Supir mobil yang menabrak gadis itu panik, kemudian melarikan diri. Orang-orang di sekitar tempat kejadian langsung berkerumun melihat keadaan Angel.

Anak-anak lelaki kurus itu terduduk di samping tubuh adiknya yang terkapar di jalan. Anton mengangkat badan Angel, yang setengah sadar dengan wajah penuh darah mengucur dari kepala. (Hal 87-88)

Dari kutipan di atas terpancar aura panik dari Anton melihat keadaan adiknya Angel yang menjadi korban tabrak lari. Dalam kutipan itu juga disemai sebuah tanda tanya tentang apa yang kiranya menjadi kisah lanjutan dari novel ini. Apakah kedua kakak beradik ini akan berpisah saat itu juga atau mungkin ada kisah lain yang tersembunyi yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Seperti di luar dugaan, demi menyelamatkan adiknya Anton kemudian memohon bantuan kepada Om Rudy. Meskipun sebenarnya Anton sadar bahwa dengan melakukan itu bukanlah sebuah pilihan yang tepat, hanya saja keadaan adiknya yang sedang terbaring di rumah sakit dan sangat membutuhkan uang tebusan membuatnya memutar otak dan harus setuju mengikuti semua kemauan Om Rudy, termasuk salah satunya diadopsi oleh orang tua asuh. Tanpa dia sadari, setelah kepergiannya ke rumah orang tua asuh Anton pun menjadi korban organ trafficking (penculikan orang untuk diambil organ tubuhnya) yang dilakukan oleh Om Rudy.

Tapi apa yang terjadi, hingga Anton pergi dengan orang tua asuhnya seperti yang telah dijanjikan, Om Rudy tak memenuhi janjinya dan malah melarikan diri membiarkan Angel yang sedang dirawat di Rumah Sakit. Prihatin dengan keadaan Angel yang sebatang kara semenjak kepergian kakaknya, seorang diplomat yang sebelumnya membawa Angel ke rumah sakit bersama Anton memutuskan untuk mengasuh Angel sebagai anaknya setelah berbagai upaya telah dilakukan oleh ibu tersebut untuk menghubungi Om Rudy agar mau bertanggung jawab.

Akan tetapi, setelah datang kesembuhan yang seperti yang telah dinantikan. Angel tersadar dalam keadaan lupa ingatan akibat hentakan yang dialaminya pada peristiwa kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya tersebut. Hal ini ditunjukkan pada penggalan paragraph di bawah ini

Angel akhirnya sadar dari koma. Benar saja apa kata dokter, ia tidak ingat kejadian yang menimpanya. Ia tidak ingat siapa namanya dan dari mana ia berasal. (Hal. 108)

Lupa ingatan seperti yang ditunjukkan pada kutipan yang satu ini, menjelaskan apa masalah baru yang ingin diangkat pengarang untuk meningkatkan kompleksitas dalam perjalanan alur yang dari novel ini.

Tak berakhir sampai di situ, kisah Angel berlanjut membawanya untuk tinggal di Australia. Kakak beradik ini pun berpisah tanpa sempat mengucapkan perpisahan. Hanya sebuah surat kecil untuk Tuhan yang menjadi surat terakhir mereka kepada Tuhan agar kelak mereka dipertemukan kembali.

Setelah beberapa tahun berlalu, Angel tumbuh menjadi gadis lulusan fakultas hukum yang berprestasi. Setelah sembuh dari lupa ingatan yang dialaminya, gadis ini bertekad untuk kembali ke Indonesia mencari keadilan atas kasus Anton kakaknya yang menjadi organ traffickingsekaligus membuat perhitungan dengan Om Rudy yang telah memisahkan keduanya untuk selamanya. Untung saja, semua rencana Angel mendapat dukungan penuh dari sang kekasih, Martin. Dengan lapang dada, pacarnya melepas Angel ke Indonesia.

Setelah menghabiskan sekian waktu untuk menemukan Om Rudy yang telah berpindah dari suatu tempat ke tempat untuk menghindari kejaran polisi, akhirnya Angel berhasil menyeret nama Om Rudy ke depan meja hijau. Hal ini terlihat jelas pada kutipan di bawah ini yang menjelaskan deskripsi kejadian di persidangan yang dihadiri oleh Angel yang juga dihadiri oleh Om Rudy sebagai terdakwah.

Angel lalu melangkah ke meja hakim dan menyerahkan salah satu amplop yang ia bawa tadi sebagai bukti kebenaran ceritanya. Hakim ketua kemudian membuka amplop coklat itu dan menemukan foto Angel dan Anton serta beberapa Salinan artikel yang diambil dari surat kabar belasan tahun lalu. Artikel-artikel ini berisi tentang kasus jual beli organ tubuh manusia di pasar gelap, termasuk yang menampilkan Anton sebagai salah satu korban. Hakim tertua tertegun dan memperlihatkan semua isi amplop itu kepada kedua hakim lainnya. Angel menoleh ke arah Om Rudy yang tengah menatapnya dengan ekspresi mengingat-ingat sesuatu. (Hal. 196)

Jelas peristiwa tersebut merupakan pusat tikaian yang amat ditunggu-tunggu oleh insan pembaca sebagai ajang pembukaan kedok kejahatan yang telah dilakukan oleh Om Rudy selama ini. Dalam penggalan di atas, pengarang Agnes Davonar sepertinya ingin membawa pembaca mengarahkan semua peristiwa yang terjadi dalam sebuah pembuktian di meja pengadilan, di mana di tempat ini buktilah yang berbicara. Apakah Angel yang menang ataukah Om Rudy dengan argumen pemutar balikan faktanya.

Namun setelah sampai di akhir cerita, pengarang novel Agnes Davonar membangun akhir cerita dengan dua jalinan peristiwa untuk menutup berbagai permasalahan kompleks yang telah dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel ini. Hal ini dapat dilihat sepeti penggalan pendek di bawah ini.

Kutipan I

"Terima kasih .... Saya ingin memberitahu kamu informasi ini, mungkin tidak penting. tapi hanya ini yang bisa saya lakukan sekarang."

Om Rudy kemudian memberikan secarik kertas berisi sebuah alamat.

"Untuk apa ini?"

"Jantung kakak kamu didonorkan kepada keluarga anak yang sakit jantung ini. Anaknya telah selamat dan tumbuh dewasa. Mungkin kamu ingin melihatnya, untuk melihat sebagian hidup kakak kamu yang tersisa padanya." (Hal. 203-204)

Kutipan II

Foto keluarga itu adalah foto Wira bersama ayah dan ibunya, tunangan yang tengah dalam perjlalanan kembali dari Australia. Wira ternyata penerima donor jantung kakaknya. Angel semakin terkejut ketika ia juga melihat lukisan kertas karyanya di masa lalu. Angel ingat telah memberikan gambar yang kini dibingkai indah itu kepada seorang anak yang jantungnya lemah. Ia pun menyadari bahwa Wira adalah anak kecil yang pernah bertemu dengan ia dan Anton di lampu merah. Wira adalah anak kecil yang telah tumbuh dewasa karena jantung kakaknya. Angel merasa tak sanggup lagi berada di rumah itu lebih lama. (Hal. 208-209)

Sekilas jika dipikirkan, kedua kutipan di atas memiliki perbedaan arah tujuan pengarang dalam menutup cerita berdasarkan dua sudut pandang yang berbeda. Pada kutipan pertama, novel ditutup oleh pernyataan pengakuan bersalah yang dikeluarkan oleh Om Rudy. Sedangkan pada kutipan kedua pengarang menyusun sebuah titik pertemuan dalam membuka misteri yang amat mendalam tentang seseorang yang menjadi penerima jantung Anton yang taklain dan takbukan adalah pacarnya Angel yaitu Martin yang juga merupakan teman masa kecilnya.

Sejenak, dapat disimpulkan bahwa novel ini menggunakan alur maju dalam penyusunan gaya ceritanya. Hal ini bisa dilihat dari timelinenovel yang terus menanjak tanpa sebersit kejadian timbal balik atau flashbackyang dilakukan oleh pengarang dalam pengisahan cerita. Selain itu, jika ditinjau dari pengembangan cerita yang menggunakan hubungan sebab-akibat dapat dikatakan bahwa novel ini menggunakan alur maju mengikuti perkembangan cerita yang terjalin.

Di lain sisi, selain bercerita tentang kehidupan anak jalanan di Indonesia seperti yang ditunjukkan oleh kutipan di bawah ini.

Angel dan Anton akhirnya tiba di Jakarta, berjalan dari sudut jalanan kota menuju rumah yang telah lama ditinggalkan. Dengan penuh gembira, mereka melangkahkan kaki untuk kembali ke rumah berdinding tipis yang sudah sangat mereka kenali. (Hal. 23)

Novel ini juga mengangkat seputar kehidupan tokoh Angel yang sempat tinggal di Australia. Hal tersebut terlihat pada cuplikan berikut.

Angel dan keluarga barunya tinggal di kota Perth, di ujung utara benua Australia. (Hal. 115)

Sejak tinggal di Perth, Soraya, ibu angkatnya, mengajari Angel berbahasa Inggris karena itulah Bahasa utama di Australia (Hal.115)

Pada cuplikan di atas, terdapat dua jenis latar tempat yang digunakan Agnes Davonar dalam menyusun karyanya. Pada mulanya, cerita diawali dengan latar tempat di Indonesia khususnya di Jakarta yang menjadi sorotan tajam, kemudian cerita berlanjut ke Australia sebelum akhirnya kembali lagi berpindah ke Indoneisa. 

Dari penggunanan dua latar tempat yang berbeda ini sepertinya pengarang Agnes Davonar ingin memperlihatkan dua perbedaan besar antara Australia dan Indonesia meskipun keduanya terpaut takjauh satu sama lain. Indonesia khususnya Jakarta disimbolkan dalam asosiasi buruk sebagai ibu kota. Namun, lain halnya dengan dengan Perth, Australia yang terlihat elegan dan penuh dalam kedamaian.

Selain itu, jika ditinjau dari penggunaan latar waktu. Novel ini menggunakan latar waktu 24 jam yang menandakan kisah ini berasal dari negera timur seperti Indonesia yang dapat dibuktikan dari beberapa penggalan di bawah ini.

Paginya, Anton seperti biasa bersiap untuk pergi bersama Bibi Feli ke pasar. (Hal. 13)

Ketegangan hari itu berakhir setelah Paman Marcus keluar rumah di sore hari. (Hal. 19)

Larut malam tiba, suasana rumah menjadi hening. Bibi Feli telah pergi tidur beberapa jam yang lalu. Seperti perkataannya tadi sore, taka da tanda-tanda kepulangan Paman marcus hingga lewat tengah malam. (Hal. 19)

Tepat pukul satu dini hari, mereka mengendap-endap dari kamar menuju ruang tamu dan kemudian membuka pintu perlahan. (Hal. 20)

Langit yang gelap mulai terlihat menjadi cerah. (Hal.20)

Menjelang pukul 7 malam, satu per satu anak-anak kembali. Pada saat makan malam, hal yang sama terjadi. Mereka kembali berdesakan di meja makan dan kali ini semua anak mendapatkan nasi bungkus yang dibagikan kepada mereka. (Hal. 41)

Keesokan harinya. Setelah makan pagi, Om Rudy membawa Angel dan Anton ke jalanan tempat pertama kai mereka bertemu, di kolong jalan tayang. (Hal. 45)

Sepintas, beberapa penggalan di atas sudah mampu membuktikan bahwa novel ini menggunakan latar waktu 24 jam yang terlihat dari perubahan latar waktu, dari pagi, siang, sore, dan malam yang terjadi pada satu hari.

Beda halnya dengan latar tempat dan waktu, pada novel ini sang pengarang tampaknya ingin membuka paradigma masyarakat melalui retorika kisah yang terkemas dalam karyanya. Dalam novelnya kali ini, pengarang memusatkan cerita yang berkenaan dengan masalah anak jalanan dan pengamen yang menjadi perhatian publik. 

Meskipun masalah ini bukan masalah yang begitu besar dan berpengaruh bagi beberapa negara, seperti Amerika yang malah menjadi mengamen menjadi salah satu mata pencaharian atau profesi. Namun, di Indonesia sendiri perdebatan tentang kehidupan anak jalanan merupakan permasalahan multidimensi yang dapat menimbulkan gejolak.

Seperti umum diketahui banyak orang, anak jalanan merupakan anak-anak yang kurang dalam pendidikan dan tak terdidik secara moral. Akan tetapi, takbanyak yang tahu mengapa sampai sekarang fenomena ini masih terus berlanjut dan bahkan memiliki angka peningkatan yang terbilang besar hampir di setiap kota besar di Indonesia, salah satumya Jakarta. Apakah mereka anak-anak jalanan itu senang dengan apa yang mereka kerjakan. Tidak, sesungguhnya ada orang-orang yang tak bertanggungjawab yang melatarbelakangi ini semua. 

Mereka menggunakan tenaga-tenaga muda itu untuk bekerja serabutan demi kepentingan individu atau satu golongan semata. Mereka orang-orang seperti itu tidak mengerti betapa pentingnya suatu generasi muda bagi suatu bangsa. Mereka taktahu apa yang mampu anak-anak muda ini bisa lakukan selama dibimbing dan diarahkan dengan benar.

Oleh karena keprihatinan yang mendalam tentang masa depan anak-anak jalanan di luar sana, pengarang membuat novel ini dengan maksud memecahkan tabir paradigma buruk masyarakat tentang anak-anak jalanan yang terkesan kumuh, lusuh, dan kusut. Pada dasarnya, latar sosial yang ingin digali oleh seorang penulis Agnes Davonar adalah bagaimana kehidupan sosial yang harus dihadapi oleh anak-anak jalanan di luar sana yang kasat mata dan tenggelam dalam kemewahan kehidupan orang-orang kaya. Bagaimana anak-anak jalan ini berekspresi, bereaksi, dan segala perjuangan hidup mereka untuk bertahan dari segala macam lika-liku kehidupan. Hal ini tampak pada salah satu cuplikan di bawah ini.

Dengan ceria, mereka kembali melakukan pekerjaan sebagai pengamen. Kedua bocah polos, yang tak mengerti apa yang terjadi dalam hidup mereka ini, tetap bergembira menunggu setiap lembar rupiah yang terulur untuk mereka. Walau tidak selalu mendapatkan uang dari setiap mobil yang mereka datangi, semangat mereka pada hari pertama bekerja tidak luntur. (Hal. 47)

Pada sepenggal paragraf di atas, dapat dintrepetasikan bahwa kehidupan anak jalanan bukan semudah seperti yang terlihat. Mereka sebenarnya adalah anak-anak yang terjebak dalam nasib dan kejahatan seorang pihak semata. Mereka bukanlah secara sukarela ingin mengerjakan semua itu, tapi daya keadaan memaksa untuk melakukannya demi mendapat sebuah tempat berteduh dan menjauh dari rasa lapar.

Melalui sepenggal paragraf di atas tercurah sebuah penggambaran singkat kehidupan anak jalanan yang menjadi topik sederhana tapi sangat berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat yang biasanya seperti tidak mengindahkan kehadiran mereka sebagai insan manusia dan malah menelantarkan mereka bagai seorang buangan. Takhanya itu, latar sosial yang diangkat dalam novel ini juga memunculkan sebuah komparasi yang menyatakan kesenjangan sosial seperti yang tercantum pada kutipan di bawah ini.

Ada yang kaya, memiliki segalanya, tetapi selalu tampak kesedihan di wajahnya. Ada juga yang sederhana, tak memiliki segalanya, akan tetapi selalu tampak senyum di wajahnya (Hal. 82).

Hanya saja, dalam kutipan di atas menerangkan bahwa setiap nasib ada positif negatifnya tergantung dari sisi mana manusia itu berpijak dalam menegakkan sandarannya.

Jauh dari itu semua, dengan maksud untuk menyampaikan amanat yang ingin disampaikan pengarang menghadirkan beberapa tokoh yang menjadi dominansi dengan maksud memengaruhi pola pikir masyarakat. Salah satu tokoh tersebut adalah tokoh utama dan beberapai tokoh penting lainnya.

Adapun yang berperan sebagai tokoh utama dalam novel ini adalah seorang wanita yang bernama Angel. Tokoh Angel ini penceritaannya sangat dominan. Hampir disetiap bagian novel menceritakan mengenai keberadaan Angel baik sebagai pelaku maupun sebagai sumber permasalahan yang dibicarakan oleh tokoh-tokohnya. Pemunculannya sangat dipentingkan dan berpengaruh terhadap jalannya cerita. Pada awalnya tokoh Angel kecil digambarkan sebagai sosok yang polos nan lugu, seperti yang terkutip pada cuplikan di bawah ini.          

"Rumah kita kenapa Kak? Kok gak ada?"

"Rumah kita telah digusur. Ayah dan ibu membangun rumah di tanah pemerintah."

"Lalu kita akan tinggal di mana?"

"Kakak akan cari tahu. Adik yang sabar, ya."

Angel pun menangis, ia tak rela rumahnya hilang begitu saja.

"Angel nggak mau...Angel mau di rumah. Angel maunya di rumah!" teriak Angel sambil menangis.

"Angel jangan nagis...Angel bilang apa sama kakak?

Anggel nggak mau manja. Ingat?"

"Tapi Angel mau rumah kita, Kak. Angel nggak mau di rumah Bibi lagi. Angel mau di rumah kita."

"Lalu kita mau ke mana?" Tanya Angel polos. Tangisannya mulai mereda, digantikan rasa bingung.  (Hal. 24)

Kepolosan dan keluguan Angel kecil digambarkan dalam tingkah laku anak-anak yang masih masih tidak terlalu mengerti permasalahan dunia dewasa yang rumit. Hanya saja kepolosan Angel pada masa kecilnnya tidaklah membuatnya menjadi pribadi yang lemah. Melalui proses belajar yang sungguh-sungguh Angel akhirnya menjadi seorang advokat yang berwibawa dan berintegritas setelah berhasil menuntaskan pendidikannya di bidang hukum. Hal ini dapat dilihat pada cuplikan di bawah ini yang menggambarkan kesuksesan dan integritas yang dimiliki oleh Angel sebagai seorang pengacara papan atas yang membela demi memperjuangkan sebuah kebenaran.

Dengan mengantongi surat izin sebagai pengacara, Angel berhasil menyelamatkan banyak orang Indonesia. Dari ketidakadilan yang terjadi di negeri kanguru. Namanya mulai dikenal di kalangan orang Indpnesia di Sydney sebagai pembela keadlian tanpa pamrih, Srikandi hikum Indonesia. (Hal. 148)

Kemudian jika beralih ke tokoh Om Rudy. Tokoh Om Rudy merupakan salah satu tokoh Antagonis dalam novel ini yang memiliki peranan penting dalam pemunculan masalah yang harus dihadapi oleh tokoh utama karena segala perbauatannya.  Mulanya, tokoh Om Rudy digambarkan sebagai orang yang baik hati dan peduli terhadap sesama seperti yang dapat dilihat dari percakapannya dengan Angel dan Anton pada kutipan di bawah ini.

"Kalau tidak ada tempat tinggal, rumah om ada di sekitar sana. Mau mampir untuk berteduh?"

"Tidak Om, makasih. Kami di sini saja." Jawab Anton hati-hati.

"Tak usah takut. Om ini orang baik. Di rumah ada anak-anak juga yang selalu om tolong. Kalau kalian tidak percaya, kalian bisa ikut om untuk lihat."

Angel kemudian bertanya kepada om itu.

"Om, di rumah ada makanan? Angel lapar."

"Nama kamu Angel?"

"Iya Om."

"Angel mau makan apa? Biar om siapkan?"

"Angel pengen makan ayam goreng." Kemudian om itu mengeluarkan uang dari dompetnya

"Om ada uang. Kebetulan om juga mau makan ayam goreng. Kita makan di warung itu saja, tak jauh dari sini. Ayo?" (Hal. 26-27)

Dari percakapan di atas, sekilas menunjukkan betapa besarnya kemurahan hati Om Rudy yang mau menawarkan bantuan kepada anak kecil seperti Anton dan Angel yang sama sekali tidak dikenalnya. Namun jangan salah, pada dasarnya ini semua hanyalah sebuah modus belaka yang dikemas baik dengan kata-kata manis yang keluar dari mulutnya. 

Sebenarnya semua kebaikan ini berlatarkan keinginan tokoh Om Rudy untuk mencari korban baru yang dapat dimanfaatkan dalam menghasilkan uang secara instan dengan menjadikan anak-anak tersebut sebagai pengamen cilik jalanan, seperti yang diterangkan pada kutipan di bawah ini.

"Seharian kamu kerja cuma dapat uang segini? Kerja macam apa kamu ini!" teriak Om Rudy.

"Hari ini sepi, Om..."

"Pemalas! Bagaimana kamu bisa dapat orang tua asuh kalau malas begini."

Pandangan Om Rudy beralih pada Angel. Ia melihat buku dan pensil di tangan gadis cilik itu. Ia pun bertanya, "Apa itu yang kamu pegang?"

"Buku dan pensil, Om...untuk belajar membaca. Kakak ajarin aku membaca."

Dengan kasar, Om Rudy mengambil pensil dan buku itu. Dipatahkannya pensil itu dan dirobeknya buku di hadapan Angel dan Anton. Angel pun menangis dan Anton spontan memeluk adiknya.

"Buku dan pensil ini tidak bisa kasih kalian orangasuh asuh.

Uang yang bisa kasih kamu mereka. Untuk apa semua ini? Cari duit yang banya itu lebih penting. Sana kalian tidur!" (Hal. 56-57)

Hanya saja kepiawaiannya menyembunyikan kebenaran dari anak-anak yang lugu dan tak pernah mengenyam pendidikan ini mampu mengubah perspektif tentang siapa yang salah dan siapa yang benar dalam balutan kata manisnya yang berbisa. Hal ini dapat dilihat dari permohonan maaf yang Om Rudy lakukan untuk membujuk Angel dan Anton agar tidak marah dan mau bekerja.

"Om Rudy minta maaf kalau kemarin bersikap kasar. Om Rudy sedang pusing dan banyak pikiran. Ini buku dan pensil baru untuk Angel. Angel bisa belajar menulis lagi mulai hari ini."

Pada kutipan di atas tadi, secara gamblang Agnes Davonar sebagai penulis menerangkan bagaimana jahatnya tokoh Om Rudy yang egois dan mampu memperbudak anak kecil melalui kata-kata manisnya yang terbalut maksud untuk memperkaya diri. Tanpa harus bekerja tokoh Om Rudy mampu hidup nikmat dengan mengggunakan anak-anak jalanan yang ia kumpulkan sebagai sumber mata pencaharian yang tidak akan terputus. Dengan balutan janji manis, memberikan anak-anak tersebut orang tua asuh. Ia mampu menggunakan semua anak jalanan tersebut untuk kebaikan dirinya.

Tokoh selanjutnya, yang juga memiliki peranan penting dalam membangun efek dramatis dalam novel ini adalah Anton. Dalam novel ini Anton diceritakan sebagai seorang kakak yang sangat menyanyingi adiknya Angel seperti kutipan di bawah ini.

"Sabar ya, Adik...Kalau hujannya sudah reda nanti kakak cariin makanan."

"Adik nggak mau makan nasi sama garam lagi..."

Sang kakak tersenyum, tangannya membelai kepala Angel dengan penuh kehangatan.

"Lalu Adik mau makan apa?"

"Adik mau makan ayam goreng."

Cuma itu saja, nggak mau yang lain? Nanti kalau ayah dan ibu pulang, mereka bakal bawa ayam ditambah ikan lele sama sambelnya yang enak loh."

"Adik mau! Mau juga ditambah sama tahu, Kak. Bilangin sama ayah dan ibu ya...," kata Angel penuh manja dengan suaranya yang masih sedikit cadel.

"Iya...iya...makanya Adik tahan dulu ya. Kita harus rapiin rumah dulu. Nanti kalau ibu dan ayah pulang, kan mereka tidak perlu capek-capek beresin banjir karena bocor." (Hal. 3)

Uang itu kemudian sebagian ia belikan coklat atau jajanan untuk diberikan pada Angel saat pulang. Bila Anton pulang dengan coklat dan manisan, Angel akan begitu gembira dan suka cita menyambut setelah sekian lama menunggu di rumah. (Hal. 9)

Sang kakak pun menyelimuti adiknya dengan selimut agar malam yang dingin terasa hangat di tubuh Angel. (Hal. 11-12)

Selanjutnya, tokoh terakhir yang juga menjadi pusat perhatian adalah Wira alias Martin yang berperan sebagai teman masa kecil Angel dan kakaknya Anton. Wira alias Martin ini juga merupakan calon suami Angel sekaligus sebagai penerima jantung dari jantungnya Anton. Martin digamabrkan sebagai sososk yang sederhana dan bijaksana. Hal ini bisa uraian percakapan di bawah ini.

"Aku sangat menyesal. Kalau saja aku tahu semua ini. Jantung ini...aku tidak pantas menerimanya." (Hal. 213)

"Aku ingat.... Terima kasih...terima kasih untuk semua ini, Angel. Terima kasih telah bebesar hati menerima kenyataan ini. Aku tidak akan pernah tahu tentang hidupku yang sebenarnya ini...." (Hal.214)

Sekilas, jika diperhatikan dari setiap tutur kata yang dikeluarkan oleh Martin tergambar bagaimana karakter Martin ini sebenarnya. Martin dalam cerita ini bukanlah sosok biasa, namun dia adalah tokoh yang pantas mendapat acungan jempol. Selain tutur katanya yang sopan, tokoh ini mampu memberikan kehangatan dan kenyamanan bagi sekelilingnya.

Lain halnya tokoh dan perwatakannya, lain pula dengan sudut pandang. Dalam novel karya Agnes Davonar ini pengarang menggunakan sudut pandang orang ketiga pengamat, seperti yang dilansir pada kutipan yang satu ini.

Mereka berdua sungguh bersemangat karena ketukan itu pertanda kedua orangtua mereka telah kembali. Adik berteriak gembira mnyebut nama ayah dan ibu mereka. (Hal. 5)

Om Rudy lalu menjelaskan mengapa ia meminta sumbangan duit anak-anak yang pergi tadi pagi dan baru kembali malam hari. (Hal. 43)

Jika diperhatikan, novel ini menggunakan sudut pandang orang ketiga pengamat dalam menemani pembacanya. Dalam sudut pandang ini tokoh 'Om Rudy' diperlihatkan secara terbatas, dia mahatahu namun pengarang di sini hanya bertugas melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita yang terbatas hanya pada salah seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh 'Om Rudy', namun mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya tokoh pertama.

Dari rilisan kedua Surat Kecil Untuk Tuhan ini, jika dilihat dari isi cerita, gaya penulisan, dan teknik penyampaian berbagai peristiwa pada novel ini terdapat suatu kecenderungan yang dilakukan oleh pengarang dalam memberikan efek penekanan tema dalam mengukuhkan posisi anak jalanan sebagai kaum yang terinjak dan tersiksa yang mana salah satunya bisa dilihat dari kutipan di bawah ini.

Angel yang terlalu gembira membayangkan segarnya es krim, berlari menyebrang tanpa menoleh kiri-kanan. Ia tak menyadari ada sebuah mobil melaju dengan kencang. Mendadak terdengar suara teriakan Angel, yang membuat Anton terkejut dan menoleh ke arah adiknya pergi tadi. Ia langsung menyadari apa yang terjadi, Angel tertabrak mobil. (Hal. 87)

Dari kutipan di atas, tampaknya ada sebuah subjektivitas yang secara tidak sengaja terbangun dari penggambaran kisah yang dilakukan oleh pengarang. Dari penggalan tersebut, sepertinya pengarang ingin memperlihatkan bagaimana perbedaan kehidupan yang harus dihadapi anak-anak jalanan jika dibandingkan dengan sebagian anak pada umumnya. 

Dari paragraf tersebut pula, tampak bahwa tokoh Angel sangat gembira membayangkan es krim yang akan sebentar lagi dinikmatinya hingga tanpa sadar ia tertabrak oleh mobil. Padahal jika dipikirkan terkadang es krim merupakan hal sederhana dan biasa pada anak-anak umumnya. Namun lain halnya Angel yang menjadi representasi anak jalanan dari kisah ini. 

Angel sangat jarang sekali menikmati manisnya sebuah es krim hingga ketika dia memiliki es krim maka hal tersebut dapat menstimulsi rasa senang yang mendalam bagi Angel. Selain itu, kepedihan dari cerita juga terjalin melalui penggalan tersebut dengan penggambaran bagaimana sebuah pencapaian yang berada di depan mata, akhirnya kabur dalam sebuah petaka.

Berbeda dengan novel-novel sebelumnya, novel Surat Kecil Untuk Tuhan seri kedua ini tak mengakhiri kisahnya dengan sebuah kematian tokoh pria pada ending ceritaseperti yang terjadi pada novel-novel buatan Agnes Davonar sebelumnya. Siapa sangka bahwa semua ini terjadi karena pesan yang disampaikan oleh seseorang yang bermakna dalam kehidupan penulis khususnya bagi kehidupan Agnes. Orang tersebut adalah mantan Agnes yang meminta agar novel terbarunya nanti jangan menggunakan kematian tokoh pria sebagai ending. 

Hal ini disampaikan oleh pria tersebut sebelum akhirnya kematian menjabangi orang tersebut di saat proses pembuatan novel ini baru 20 persen. Oleh sebab itu, hal tersebutlah yang akhirnya mengubah pikiran pengarang dalam menyajikan karangannya. Selain itu, nama tokoh utama pria yakni Wira pada kisah novel ini diambil dari nama pria yang telah tiada tersebut. Hal ini dapat dilihat dari paragraf di bawah ini yang menunjukkkan bahwa tokoh utama pria dalam cerita tidak meninggal dan berakhir dengan kegembiaraan seperti dapat dilihat dari penggalan berikut.

"Aku tidak tahu bahwa hidupku ini telah membuat kakak kamu tiada. Aku sungguh menyesal." (Hal. 213)

Dalam kutipan tersebut, diterangkan penyesalan yang sampaikan oleh Martian atau Wira tentang pemberian kehidupan yang telah dilakukan oleh Anton untuk dirinya. Hal tersebut juga menandakan tidak ada endingkematian bagi tokoh utama prianya sesuai dengan permintaan yang telah dihaturkan oleh seseorang yang cukup bermakna dalam kehidupan penulis.

Selain itu, kehidupan penulis yang merupakan seorang bersaudara tergambar dalam novel ini dengan representasi Angel dan Anton. Keduanya Angel dan Anton adalah dua orang bersaudara yang harus berjuaang dalam menapaki kehidupan. Hal ini jika dipikirkan sama kiranya dengan kehidupan penulis yang bersaudara dalam menapaki sebuah mahakarya bersama. Entah dari mana ini berasal, tapi kesamaan kehidupan penulis yang sama-sama berjuang dalam menapaki jalannya terlihat pada tokoh dan Angel yang berjuang untuk dapat bertahan hidup seperti yang tertera pada kutipan di bawah ini.

Angel sepertinya tidak tega membiarkan kakaknya bekerja seorang diri sepanjang hari. Ia pun mendekat dan membantu Anton menghibur di lampu merah. (Hal. 60)

Sepintas, penggalan singkat di atas menjelaskan perjuangan kedua saudara ini dalam mendapatkan uang dengan mengamen yang mana hal ini memiliki sedikit kemiripan dengan kehidupan penulis saudara ini yang berjuang bersama-sama dalam kesuksesan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun