"Bu Yulia, maafkan saya. Bukan salah Ibu. Saya menyukai Ibu, sungguh."
Yulia menangis. Entah apa arti tangisannya. Dia belum mau berucap. Padahal aku sangat mengharapkan jawaban Yulia. Yulia membalikkan badan dan meninggalkanku, tanpa berkata apa pun.
***
Menggantung, mungkin kata ini yang paling tepat untukku. Sungguh, aku bingung. Aku tidak menyesal dengan segala keputusanku. Andaikan Yulia menolakku, aku pun tak akan kembali kepada Dias. Takkan kubuat Dias sebagai pelarianku. Dias sudah cukup sakit dengan keputusan kami. Tidak akan aku dua kali melukai dia.
"Pradi, ada apa Nak. Kenapa wajahmu layu? Ibu tahu anak Ibu. Ada yang kamu pikirkan?"
"Iya Bu. Pradi sudah menyampaikan isi hati Pradi pada Yulia. Dan Yulia tidak menjawab. Yulia malah pergi sambil menangis."
"Datangi rumahnya. Kejar dia. Dia adalah cintamu. Karena dia, kamu memutuskan Dias. Tidak pernah Ibu melihat anak Ibu seberani ini mengambil keputusan. Kamu benar-benar mencintai Yulia. Kejar dia Pradi. Dapatkan Dia. Bahagiakan dia."
Ibu benar. Dalam hidup, belum pernah aku mengambil keputusan senekad ini. Baru kali ini aku memutuskan sesuatu yang luar biasa. Aku harus mendapatkan cinta Yulia.
***
Kulajukan Fortunerku lambat, kutengok kanan kiri. Kucari perumahan tempat Yulia tinggal. Menurut kepala sekolah rumah Yulia di perumahan Griya Ashri No. 1. Aku harus bertemu dan bicara dengan Yulia.
Rumah di ujung perumahan bercat ungu itu pasti rumah Yulia. Kuparkir mobil tepat di depan gerbang rumah itu. Sambil berdoa kulangkahkan kaki menuju pintu rumah Yulia. Semoga Yulia mau menemui aku.