"Terima kasih Pak Pradi. Kalau tidak ada Bapak, tantu saya sudah tersungkur di lantai. Mungkin kaki saya sudah keseleo. Tidak apa-apa Pak. Terima kasih, saya yang minta maaf. Bapak jadi kotor bajunya."
"Bu Yulia, saya tidak jadi menikah." Tiba-tiba mulut ini menceritakan hal yang mestinya aku sembunyikan. Tapi aku ingin Yulia tahu. Aku ingin mengungkapkan isi hatiku. Terserah apa kata Yulia. Aku sudah tidak mampu menahan rasa hatiku.
"Lho, ada apa Pak? Kenapa dibatalkan. Ada masalah dengan kalian?"
"Ada Bu, saya yang bermasalah. Saya menyukai wanita lain." Jawabku jujur.
"Asthagfirullah, Pak. Belum-belum Bapak sudah selingkuh?" teriak Yulia kaget.
"Bukan selingkuh Bu Yulia. Saya tidak begitu. Saya menyukai wanita lain." Ulangku mencoba menjelaskan.
"Tunangan Bapak, tidak Bapak cintai? Kenapa Bapak berniat menikahi dia? Sudah jauh lho Pak perjalanan Bapak. Sebulan lagi kan Bapak akan menikah? Kasihan tunangan Bapak." Yulia bicara panjang lebar dan aku hanya terdiam. "Lalu wanita yang membuat Bapak membatalkan pernikahan juga mencintai Bapak begitu?" lanjut Yulia.
"Saya tidak tahu Bu. Saya belum bertanya dengan Dia." Jawabku.
"Saya semakin bingung. Bapak ini aneh."
"Memang aneh." Jawabku. "Bu Yulia, saya menyukai Ibu." Aku bicara jujur sambil bergetar. Kulihat Yulia tertegun. Matanya berkaca-kaca. Dia tak mampu berucap. Dia hanya berdiri tertegun sambil memandangku tajam. Mata lentiknya serasa hendak berkata sesuatu. Mulutnya terkunci tak mampu berucap. Aku semakin bingung dengan perasaanku.
Yulia menunduk malu. Mungkin dia merasa bersalah, karena menjadi wanita yang kusukai. Wanita yang kupuja hingga kubatalkan pernikahanku. Dia tetap membisu. Diam tak bergerak.