Tanpa kusadari, aku salat begitu khusyuk. Tak seperti biasanya. Selesai salat, wajah Yulia terbayang. Senyumnya dan binar matanya mengusik hatiku. Kulantunkan doa, andaikan Yulia bisa mendampingi hidupku. Tuhan berilah keajaiban untuk ku. Aku ingin Yulia bukan Dias.
***
"Bu, Ibu sibuk nggak? Pradi mau ngobrol sama Ibu."
"Untuk anak Ibu, apa sih yang tidak Ibu berikan? Ada apa Pradi? Meski kamu sudah 40 tahun, tetap saja kamu itu anak Ibu yang harus Ibu perhatikan." Jawab Ibu menentramkan hatiku. Berada di dekat Yulia setentram berada di dekat Ibu. Kedua wanita ini sungguh istimewa di hatiku. Meski aku tidak tahu perasaan Yulia terhadapku. Aku harus mencari tahu.
"Bu, waktu Ibu menikah dengan Bapak, Ibu bahagia?" tanyaku membuka pembicaraan serius.
"Ibu dan Bapak hidup di jaman yang berbeda dengan kamu. Ibu tidak tahu apa itu cinta. Kalau kamu dan Dias, tentu ada rasa cinta sehingga kamu memutuskan menikahi Dias." jelas Ibu.
"Maksud Ibu, Ibu dan Bapak dijodohkan ya?"
"Iya, kami dijodohkan oleh Eyangmu. Jaman dulu tidak ada masa pacaran Pradi. Semua diatur kedua orang tua. Dan Ibu bahagia. Bapak juga. Ketika dua insan menikah yang ada adalah saling menghormati, tidak menyakiti, dan saling menjaga." Kata-kata Ibu menyesakkan dadaku.
"Bu, Pradi jatuh cinta pada seorang wanita, tapi bukan Dias." Ucapku jujur. Kulihat mata Ibu terbelalak kaget. Kulihat mata ibu hendak menangis. Aku bergetar. Aku menyesal menyampaikan isi hatiku kepada Ibu. Aku tak bermaksud menyakiti Ibu.
"Maafkan Pradi Ibu. Pradi lelaki yang jahat ya Bu?" kulihat Ibu masih tertegun.
"Nak, menikah itu sekali untuk selamanya. Tentukan dengan benar, wanita yang kamu cintai dan bisa menjadi ibu yang baik untuk anak-anakmu dan menjadi istri yang baik untuk suaminya." Ibu menjawab dengan sangat indah dan menentramkan.