Mohon tunggu...
Rizqi Arie Harnoko
Rizqi Arie Harnoko Mohon Tunggu... Freelancer - Content Creator

Media and sports enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

MNC Group dan Emtek Makin Dominasi Industri TV di Era Disrupsi Digital Meski Beberapa Stasiun TV Lain Tumbang, Kenapa?

26 Januari 2025   12:57 Diperbarui: 26 Januari 2025   14:19 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

TPI saat itu tidak sendirian menghadapi masalah utang piutang ini, lantaran kasusnya merupakan satu kesatuan dengan problem yang menimpa beberapa perusahaan milik Mbak Tutut lainnya seperti PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP) dan Bank Yama.

Salah satu kreditur yang bahkan hampir membuat TPI berstatus pailit saat itu adalah Indosat, dengan jatuh tempo pembayaran utang pada Oktober 2002.

Praktis, tidak ada cara lain yang bisa ditempuh selain harus melepas kepemilikan stasiun TV ini kepada pihak lain sehingga Mbak Tutut pun meminta Hary Tanoesoedibjo yang berkongsi dengan Bambang Trihatmodjo (pemilik lama Bimantara Citra, yang sekarang berganti nama menjadi Global Mediacom) untuk menyehatkan TPI.

Dipilihnya Hary Tanoe juga tak lepas dari peranan Bambang Tri yang membuka jalan dimulainya kerja sama ini, mengingat track record Bimantara Citra yang berhasil menempatkan RCTI di jajaran papan atas industri TV nasional.

Saat ditandatanganinya perjanjian investasi pada 23 Agustus 2002, Hary Tanoe melalui PT Berkah Karya Bersama (BKB) setuju untuk melunasi utang-utang TPI kepada para kreditur dengan kompensasi berupa kepemilikan 75% saham stasiun TV tersebut.

Pelan tapi pasti, utang kepada kreditur maupun pemasok program berhasil terselesaikan bahkan TPI kemudian mampu membuat berbagai terobosan baru dengan hadirnya program seperti KDI, API, hingga Rahasia Ilahi sehingga menyebabkan perusahaan menjadi sehat kembali, walaupun di kemudian hari justru terjadi sengketa yang diawali dengan perbedaan pendapat mengenai rencana penjualan aset berupa tanah dan bangunan milik TPI di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) untuk pengembangan usaha ke depan (serta integrasi proses bisnis dengan stasiun TV milik MNC Group lainnya seperti yang terjadi sekarang).

Bagaimana dengan ANTV? Krisis moneter membuat stasiun TV ini harus meninggalkan jati dirinya sebagai "TV olahraga" setidaknya hingga tahun 2002 lantaran perubahan kurs dolar AS yang memaksa beberapa tayangan langsung sepak bola harus dihentikan penayangannya (meski masih sempat menayangkan Piala Dunia 1998 secara berpatungan dengan stasiun TV lainnya).

Bahkan kerja sama dengan MTV yang sudah terjalin harus berhenti di tahun 2002 karena dianggap tidak memberikan keuntungan berarti bagi perusahaan.

Walaupun di sisi lain, ANTV mulai kembali menayangkan Liga Indonesia pada musim kompetisi 2002 setelah sempat absen pasca krisis moneter hingga 2001 dan sempat pula menayangkan MotoGP sebelum berpindah ke TV7 (sampai sekarang ketika bernama Trans7).

Akibat krisis, ANTV sempat hampir digugat oleh para kreditur dan nyaris dijual kepada beberapa calon pemilik baru seperti Hary Tanoe, Kompas Gramedia, hingga Erick Thohir (melalui Mahaka Group).

Namun ketika Anindya Bakrie diminta untuk kembali ke Indonesia setelah sempat berkarir di luar negeri, Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pun diajukan sehingga perusahaan tak jadi berpindah kepemilikan.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun