Setali tiga uang dengan TPI, ANTV juga mengalami tantangan yang begitu berat dalam tiga tahun pertama mengudara.
Positioning sebagai stasiun TV untuk anak muda dan penggemar tayangan olahraga dinilai tidak banyak memberikan kontribusi bagi pendapatan perusahaan, bahkan cenderung membuahkan kerugian.
Tayangan MTV dan Liga Indonesia (maupun empat liga sepak bola domestik Eropa yang ditayangkan secara bergantian) sebagai flagship program dinilai tidak cukup untuk memastikan stasiun TV ini bisa bertahan dalam jangka panjang, sehingga ANTV harus memperluas cakupan pemirsanya ke segmen yang lebih luas meski sudah digarap oleh stasiun TV lain.
Program Family 100 yang dipandu oleh Sonny Tulung berhasil membuat ANTV perlahan-lahan bangkit, ditambah dengan masuknya serial drama dari dalam maupun luar negeri.
Divisi pemberitaan ANTV juga mulai mengalami perkembangan dengan hadirnya program Cakrawala serta investigasi kriminal Fakta (sekarang pindah tayang di tvOne).
Manajemen pun mulai tersenyum lantaran terjadi peningkatan pendapatan iklan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
1998-2005: Fase Krisis Moneter Hingga Lahirnya Stasiun TV Baru
Krisis moneter yang melanda kawasan Asia termasuk Indonesia pada akhir dekade 1990-an juga turut berdampak pada kinerja industri TV nasional.
Hal ini tentu membatasi ruang gerak bagi stasiun TV swasta maupun TVRI untuk jor-joran berinvestasi, bahkan ada yang harus kehilangan jati dirinya demi bisa bertahan hidup.
RCTI dan SCTV yang dianggap sebagai pionir, harus melakukan berbagai upaya efisiensi dengan memangkas pembelian program asing khususnya untuk film dan series.
Keduanya kemudian lebih berfokus pada penguatan program lokal baik in-house maupun membeli dari pihak ketiga atau production house (PH), namun di saat yang bersamaan tetap mempertahankan tayangan olahraga serta program anak sekalipun terjadi kenaikan harga akibat berubahnya kurs dolar AS.