Saat-saat mendekati proklamasi yakni pada tanggal 22 Juni 1945, Badan Penyelidikan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) membentuk panitia kecil yang disebut sebagai Panitia Sembilan. Panitia sembilan betugas mengolah usul dan konsep para anggota mengenai dasar Negara Indonesia. Panitia kecil itu beranggotakan 9 orang dan diketuai oleh Ir. Soekarno. Anggota lainnya Bung Hatta, Mohammad Yamin, Achmad Soebardjo, A.A. Maramis, Abdulkahar Muzakir, Wahid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Tjokrosujoso.Â
Peranan panitia sembilan cukup penting. Hatta dan dengan dibantu rekan yang lain, berusaha membuat dasar Negara. Negara tidak akan berdiri tanpa adanya pondasi fundamental yang berisikan cita-cita dan tujuan Negara. Semua itu perlu dibuat dan dipersiapkan dengan baik, agar tujuan Negara kita jelas. Dengan begitu aturan hukum pun dapat terlaksana dengan baik. Panitia sembilan menghasilkan sebuah rumusan "Undang-Undang Dasar" 1945. Pada awalnya rumusan tersebut dinamai Piagam Djakarta, namun kemudian diganti menjadi Undang-Undang Dasr 1945.
Pada tanggal 9 Agustus 1945, Hatta tengah bersama dengan Bung Karno dan Radjiman Wedyodiningrat. Ia dan keduanya diundang ke Dalat (Vietnam) untuk diberi pelantikan sebagai ketua dan wakil ketua PPKI. Badan ini bertugas melanjutkan hasil kerja BPUPKI dan menyiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak Jepang kepada Indonesia. Pelantikan dilakukan secara langsung oleh Panglima Asia Tenggara Jenderal Terauchi. Acara berlangsung seperti acara politik pada umumnya. Berkumpulnya orang-orang penting ber jas hitam yang bila mana berpapasan, mereka akan saling bersalaman dan tersenyum. Namun, senyum itu memiliki beragam arti, dan yang pastinya tidak semua senyuman berarti bik di dunia perpolitikan.
Â
Di dini hari yang dingin, dimana Hatta sedang terlelap dalam tidurnya yang begitu nyenyak. Bagi orang-orang seperti Hatta,tidur adalah masa yang paling menenangkan. Pasalnya, disaat itulah ia tidak akan teganggu pikirannya dengan hal-hal yang lain. Namun, secara tiba-tiba ada orang yang mengganggu waktu tidurnya dan membawanya kesuatu tempat. Hatta diculik oleh para pemuda PETA. Penculikan ini bermaksud sebagai bentuk desakan pemuda Indoonesia yang ingin kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan. Para pemuda PETA yang melakukan penculikan pada Hatta adalah Soekarni, Wikana, dan Chaerul Saleh .
Penculikan ini terjadi pada Hatta dan juga Soekarno dengan maksud untuk membujuk agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Karena pada saat itu, Indonesia tengah berada di dalam kefakuman pemerintahan sebagai akibat dari pengeboman dua wilayah Jepang. Dua wilayah itu merupakan wilayah Hiroshima dan Nagasaki yang dijatuhi bom oleh Sekutunya Amerika. Hatta dan Soekarno, kemudian dibawa ke sebuah rumah milik salah seorang pimpinan PETA, Djiaw Kie Siong, di sebuah kota kecil Rengasdengklok (dekat Karawang, Jawa Barat). Peristiwa ini dinamakan dengan Peristiwa Rengasdengklok yang terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945.
Penyebab terjadinya penculikan pada Hatta tadi pagi juga merupakan akibat dari adanya perbedaan pendapat antara kaum tua dan kaum muda. Saat itu, Soekarno berpendapat bahwa lebih baik jika menunggu kemerdekaan yang katanya akan diberikan oleh Jepang. Namun, golongan muda menyarankan segera mengingkrarkan kemerdekaan secepat mungkin. Karena, saat ini tengah berada dalam gocangan yang sangat besar. Dua kota mereka dibom, dan itu merupakan sebuah kehancuran luar biasa bagi Jepang. Para golongan muda melihat adanya celah dari kubu Jepang yang kekuatan dan pertahanannya mulai melemah. Oleh sebab itu, mereka ingin memanfaatkan celah tersebut sebagai kesempatan emas untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Â
Pada akhirnya usulan para pemuda Indonesia yang memiliki semangat kemrdekaan pun didengar. Hatta dan Soekarno mengiyakan hal yang mereka ingikan. Mereka tidak harus menunggu Jepang untuk menyerahkan kemerdekaan Indonesia, seperti pernyataan Soekarno. Akhirnya, rakyat dapat mereebut kemerdekaan dengan perjuangan mereka sendiri, tanpa ada iming-iming pemberian penjajah. Para pemuda seperti tak sudi jika kemerdekaan diraih dengan belas kasihan penjajah tanpa adanya usaha. Hal itu terlihat seperti bangsa ini lemah dan tak mampu melawan sehingga mengemis kemerdekaan. Sangat tidak etis jika kita mengambil keputusan tersebut.
Â
Malam hari, Hatta dan orang-orang lain yang terlibat mengadakan rapat untuk persiapan proklamasi Kemerdekaan Indonesia di kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol 1 Jakarta. Sebelum rapat, mereka menemui somabuco (kepala pemerintahan umum) Mayjen Nishimura untuk mengetahui sikapnya atau pendapatnya mengenai pelaksanaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pertemuannya dengan somabuco tidak menghasilkan kesepahaman sehingga hal tersebut semakin meyakinkan Hatta dan Soekarno. Mereka berdua yakin akan keputusan untuk melaksanakan proklamasi kemerdekaan tanpa adanya kaitan lagi dengan Jepang. Ketidak sepahaman akan hal tersebut dapat menjadika bukti bahwa Jepang tetap ingin menguasai Indonesia. Janjinya untuk menterahkan kemerdekaan pada Indonesia hanyalah tipuan belaka agar Indonesia menaruh kepercayaan pada Jepang.