Tersenyum, dia menggulung lengan kemejanya sampai ke atas siku dan mengambil gelas air putih di sebelah cangkirnya.
Saat itulah saya melihat tulisan yang membujur di tangannya. Tato sebuah nama: Girardia tigrina.
Agak lama saya memandang tatonya dan bertanya-tanya dalam hati.
Pacarnya? Istrinya? Atau.. Anaknya? Duh, lancang betul kepala ini menduga-duga! Siapa itu kan tak jadi perkara. Memangnya kamu siapa?
Dia rupanya kemudian menyadari arah mata saya dan tertawa.
“Lo belum pernah dengar nama ini?” Dia menunjuk tatonya.
Saya menggeleng. Well, it does sound sexy. Tapi memangnya dia siapa sampai saya harus tahu?
“Ini nama latin cacing pipih.” Dia nyengir.
Oh? Binatang?
“Cacing pipih?” Saya gagal memahami maksud bicaranya.
Dia mengangguk. “Gue jatuh hati sama spesies ini begitu tahu kalau cacing pipih punya ingatan masa lalu yang luar biasa. Lo tahu nggak kalau binatang itu tetap bisa mengingat meski kepalanya dipotong lepas dari badannya?” Dia menjelaskan dengan suara, gestur, dan mimik wajah yang antusias. Mengingatkan saya pada keponakan laki-laki saya yang tak lama lagi masuk sekolah dasar, saat dia menuturulangkan kelanjutan cerita film kartun kesayangannya.