Bagian 1Â
Jane adalah seorang wanita yang mengajarkanku banyak hal, memberiku banyak tamparan kata kata yang sontak mebuatku terbangun dari ekspetasi yang sia-sia. Jane adalah kakak sulungku, kakak yang jutek, tidak peduli akan apapun itu. Selain kami, ada Kak Shea yang menengahi antara aku dan Kak Jane. Kami memiliki seorang Ibu dan Ayah yang sangat kami sayangi dan menyayangi kami. Bukan kami. Lebih tepatnya aku tidak.
"Ada apa sih kak berisik banget, masih pagi jangan teriak-teriak dong! Lagi asik mimpi nih." Teriak Kak Shea
"Sepatu hitam yang kemarin lusa kamu pakai kemana SHEA?!" Dengan sedikit penekanan pada perkataan Shea.
"Tadi aku lihat di atas rak kak." Kataku sambil memakan roti.
"Oke." Jawab Kak Jane singkat.
Suasana pagi di rumah seperti biasanya, ricuh saling mencari barang masing-masing. Saat sarapan bersama, keluarga kami selalu bersenda gurau. Rutinitas pagi seperti biasanya selalu dilalui dari hari ke hari. Sampai suatu ketika suasana yang hangat itu berubah menjadi tegang saat Kak Shea pulang larut malam. Ayah adalah orang yang tidak suka anak gadisnya pulang larut malam, Maghrib saja tatapan Ayah sudah berubah seperti tatapan singa yang siap menerkam.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 00.00 WIB. Lalu terdengar suara hentakan kaki dari luar, Kak Shea pulang.
"Assalamualaikum, aw ssakit." Seruan dari luar, suaranya terdengar kesakitan.
"Waalaikumsalam, Shea!" teriakan Ibu dari luar. Aku, Ayah, dan Kak Jane langsung bergegas keluar dan melihat Kak Shea sudah berlumuran darah.
"Kamu kenapa? Kecelakaan dimana? Kenapa pulang selarut ini?" Tanya Ayah