**
Dua hari lagi pernikahan Barly diadakan. Sang ibu sudah menyiapkannya dengan penuh kebahagiaan tanpa mempertimbangkan perasaan Friska. Â Friska masih tetap tinggal dirumah besar milik mertuanya. Menemani sang suami yang akan melangsungkan pernikahannya. Friska memandang suaminya yang semakin hari terlihat semakin kurus dan pucat. Â Terlihat ketidak berdayaannya, Friska benar-benar terenyuh dan kasihan melihatnya. Dipeluknya sang suami dengan perasaan yang tidak karuan, antara sedih, kecewa dan juga kasihan. Tiba-tiba suaminya menangis dipelukannya, seperti anak kecil yang berlindung kepada ibunya. Friska makin erat memeluknya.
"Bunda, benarkah bunda pernah berzina dengan Arman waktu Ayah dirumah ibu?" tanya Barly tanpa sanggup memandang wajah istrinya.
Betapa terkejutnya Friska mendengar kalimat yang keluar dari mulut orang yang dicintainya. Friska seketika melepaskan pelukannya, namun Barly mendekapnya lebih erat sehingga Friska tidak mampu bergerak. Tangannya memukul punggung Barly, ingin rasanya Friska mencakar wajah Barly dan menampar mukanya. Tetapi , Friska tidak bisa melakukan itu. Setelah tertata hatinya ia menghela nafas.
"Siapa yang begitu kejam membuat fitnah kepadamu, Yah, hingga Ayah tega mengatakan hal keji kepadaku?" Jawab Friska.
"Ibuku, bulik Rum dan Ratih yang mengatakan kepadaku, ayah tidak sanggup untuk menanyakan atau menegurmu, hingga ayah banyak menyakitimu kemarin.kemarin," ucap Barly tanpa melepaskan dekapannya.
Friska menangis lagi.Â
"Betapa kejamnya fitnah ini, Yah, Bunda bersumpah demi malaikat pencabut nyawaku, Bunda tidak pernah melakukan apa yang dituduh mereka itu kepadaku," ucap Friska dengan masih tersedu.
Barly memeluk istrinya erat seakan tidak ingin dilepaskan. Friska sampai merasakan sesak didadanya.
"Bunda, kurus sekali," ujar Barly lembut.
"Bunda, bukannya kurus yah, ini seksi" sahut Friska disela tangisnya.