"Semoga nanti dapat kami selesaikan jika mas Barly pulang," batin Friska menenangkan kegundahan hatinya.
Hari yang tunggu Friska pun tiba. Sebagai seorang istri Ia ingin menyambut suaminya dengan spesial. Ia berdandan dan terlihat rapi.
"Semoga nanti kami bisa memperbaiki komunikasi yang buruk beberapa minggu ini," batin Friska dengan senyum simpul.
Bel rumah berbunyi dari balik kaca ruang tamu terlihat laki-laki yang dicintainya sudah berdiri didepan pintu. Friska bergegas membuka pintu, tersenyum, lalu membungkukkan badan melepas sepatu dan kaos kaki, kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan suaminya, sungguh sangat tidak menyangka Barly begitu dingin menyambut uluran tangannya tanpa ekspresi. Lalu, masuk tanpa menghiraukan kebingungan sang istri yang mengambil koper dari tangannya.
Barly berjalan masuk kedalam rumah, lalu naik keruang atas masuk kamar dan merebahkan tubuhnya dikasur. Friska membuntutinya, dan memandanginya seakan tidak percaya.
"Benarkan ini suamiku," batinya bertanya pada dirinya sendiri.
Akhirnya Friska membiarkan suaminya tertidur, digantinya baju yang melekat ditubuhnya pelan-pelan, seakan takut membangunkan lalu dipakaikannya piyama dan diselimutinya. Â Friska duduk disofa kamar. Dipandangi wajah suaminya dengan lekat.Â
"Ada apa gerangan ini?" batinnya masih saja bertanya.Â
Hingga akhirnya Friska lelah dan tertidur.
Keesokan  hari, Friska bangun dengan dikagetkan suara mobili. Ia berlari keluar kamar dan memanggil sang suami dari atas balkon kamarnya.
"Ayah, yah .yah.."