Saat ini keadilan restoratif mulai banyak dipraktikkan dalam menyelesaikan perkara pidana karena adanya pergeseran paradigma penegakan hukum pidana dari retributive justice menjadi keadilan restoratif yang pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat.  Secara historis keadilan restoratif pertamakali dikenalkan oleh Albert Eglash yang mana pada tahun 1977 membagi tiga kategori peradilan pidana yakni retributive justice, distributive justice, dan restorative justice [5].  Paradigma retributive justice melihat kejahatan sebagai bagian persoalan antar negara dengan individu pelaku karena hukum yang ditetapkan oleh negara untuk menjaga ketertiban, ketentraman, dan keamanan kehidupan masyarakat telah dilanggar oleh pelaku. Retributive Justice memandang bahwa wujud pertanggungjawaban pelaku harus bermuara pada penjatuhan sanksi pidana. Kerugian atau penderitaan korban dianggap sudah impas dan dibayar atau dipulihkan oleh pelaku dengan menjalani dan menerima proses pemidanaan. Sehingga dengan dijatuhkannya sanksi pidana, dikatakan bahwa substansi maupun prosedur penyelesaian tindak pidana melalui jalur hukum pidana yang selama ini dijalankan hampir tidak memberikan pemulihan penderitaan bagi korban tindak pidana.Â
Â
Selama ini sanksi pidana lebih kepada pembayaran atau penebusan kesalahan pelaku kepada negara dari pada wujud pertanggungjawaban pelaku atas perbuatan jahatnya kepada korban. Padahal yang mengalami penderitaan dan kerugian akibat dari suatu tindak pidana tersebut ialah korban. Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan kepada masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.
Â
Pada prinsipnya keadilan restoratif merupakan upaya pengalihan dari proses peradilan pidana menuju penyelesaian melalui cara mediasi penal, namun tidak dapat diterapkan pada semua jenis atau tingkatan pidana, akan tetapi dalam tindak pidana ringan dapat dilakukan penerapan keadilan restoratif seperti dalam beberapa kasus lalu lintas, kasus anak dan kekerasan dalam rumah tangga. Keadilan restoratif dirasa lebih dapat mewujudkan asas peradilan sederhana, cepat dan murah yang amat penting untuk perlindungan hak dari korban maupun pelaku. Mekanisme mediasi yang merupakan bagian dari alternative dispute resolution (ADR) selama ini hanya dikenal dalam ranah hukum privat. Alternative dispute resolution merupakan sebuah konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesain sengketa selain dari proses peradilan melalui cara-cara yang sah menurut hukum.
Â
Di dalam sistem peradilan Indonesia keadilan restoratif merupakan suatu hal yang baru meskipun secara tidak langsung sudah diterapkan dalam sistem penyelesaian hukum adat melalui musyawarah mufakat. Pada keadilan restoratif, terdapat suatu perkembangan penyelesaian perkara pidana yang lebih dapat memulihkan hak-hak korban dan mengakomodir kepentingan para pihak dengan memberikan keadilan dan kemanfaatan.
Â
Restorative Justice merupakan bagian dari sistem peradilan pidana yang menekankan adanya pemulihan kepada korban dan keseimbangan terkait dengan tindak pidana dengan tingkat ketercelaan di masyarakat. Restorative justice juga merupakan implementasi dari asas peradilan cepat yang menekankan pada aspek efektivitas, efisiensi, serta berbiaya terjangkau. Restorative Justice sejatinya merupakan "kritik" terhadap proses penegakan hukum pidana konvensional yang cenderung menekankan aspek "pemidanaan" sebagai "aspek primer" dalam sistem peradilan pidana. Hal ini cenderung menafikkan pelaku dan korban tindak pidana yang terkadang terabaikan oleh proses penegakan hukum pidana secara konvensional yang menekankan pada law as a text and process [6].
Â
KUHP baru dalam perkembangannya kemudian diundangkan melalui Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP) pada tanggal 2 Januari 2023[7].  Pengundangan RKUHP sebagai Undang-Undang menjadi hal penting karena upaya memperjuangkan pengesahan RKUHP bahkan dimulai sejak tahun 1963 dan baru disahkan pada tahun 2023.  Selain itu, aspek penting dalam UU KUHP adalah spirit hukum dengan mengedepankan cita keindonesiaan. Dalam konteks ini, tentu kajian mengenai Restorative Justice relevan dikaitkan dengan pasca disahkannya UU KUHP. Kajian mengenai Restorative Justice serta UU KUHP juga menarik jika dikaitkan dengan perspektif hukum berkeadilan  yang menekankan aspek keseimbangan hukum dalam dimensi ketuhanan, keadilan, serta kemanusiaan.  Perspektif hukum tersebut menarik untuk dikaji berkaitan dengan aspek kemanusiaan dan ciita  hukum kedepan. Penelitian mengenai Restorative Justice dan RKUHP sejatinya pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, seperti: