Mohon tunggu...
Padlah Riyadi. CA . ACPA
Padlah Riyadi. CA . ACPA Mohon Tunggu... Akuntan - Profesional Akuntan

Akuntan pendidik yang menjalankan tugas profesional akuntansi serta pajak dan penanggung jawab Kantor Jasa Akuntan Padlah Riyadi., CA

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Rekonstruksi Restorative Justice pada Sistem Pemidanaan di Indonesia Menurut UU No.1 Tahun 2023

13 Oktober 2024   09:38 Diperbarui: 13 Oktober 2024   09:38 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam KUHP maupun KUHAP semua kasus pidana harus diselesaikan melalui sistem peradilan pidana terpadu melalui aparatur penegak hukum. Hal ini berarti, penyelesaian sengketa dengan melibatkan peran masyarakat yang sejatinya genuine diakui dan berkembang di masyarakat justru tidak mendapatkan fasilitasi dalam hukum pidana positif di Indonesia (KUHP dan KUHAP).

 

Pasca disahkannya UU No. 1 Tahun 2023 (KUHP baru) di tanggal 2 Januari 2023, optimisme mengenai hukum pidana yang bercita hukum Pancasila kian menggeliat karena substansi dalam UU KUHP telah disesuaikan dengan kultur hukum bangsa Indonesia. Dalam konteks ini, termasuk konsepsi Restorative Justice yang juga telah dirumuskan dalam UU KUHP. Gagasan Restorative Justice dalam UU KUHP selain upaya untuk membangun cita hukum ke Indonesiaan juga berupaya menghadirkan koreksi atas sistem peradilan pidana yang menekankan pada pemidanaan pelaku, bukan pada pemulihan korban. Penekanan pada pemidanaan pelaku hanya cenderung menyederhanakan persoalan pidana karena persoalan pidana tidak hanya selesai ketika pelaku telah dipenjara. Penyelesaian persoalan pidana harus kompleks yang mana terdapat titik temu antara kepentingan hukum masyarakat, korban, serta pelaku tindak pidana. Restorative Justice sejatinya eksis sebelum disahkannya UU KUHP yang telah tersebar di berbagai peraturan internal institusi penegak hukum, seperti[29]: 

 

  • Surat Kapolri No. Pol: B/3022/XII/2009/SDOPS tanggal 14 Desember 2009 tentang Penanganan Kasus melalui Alternatif Dispute Resolution (ADR),

 

  • Perma No. 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, Perma No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak,

 

  • Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, dan Peraturan Kejaksaan No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, termasuk juga terdapat dalam UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

 

  • Berbagai ketentuan Restorative Justice tersebut, kelemahan utama peraturan yang tersebar di masing-masing institusi adalah potensi disharmonisasi ketentuan Restorative Justice yang dapat menyebabkan ego sektoral masing-masing institusi penegak hukum yang membuat ketentuan Restorative Justice berbeda antar satu institusi penegak hukum dengan institusi penegak hukum lainnya. Hal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum di masyarakat.

 

  • Dalam substansi UU KUHP sendiri ketentuan Restorative Justice sejatinya tersebar di berbagai Pasal khususnya terkait dengan substansi yang berkaitan dengan perbaikan serta pemulihan korban tindak pidana, rehabilitasi dang anti rugi bagi pelaku tindak pidana, kerugian lingkungan atas tindak pidana, termasuk juga upaya melibatkan masyarakat. Selain itu, terkait dengan substansi pidana pokok dalam UU KUHP juga mengalami perubahan yang signifikan yang meliputi pidana penjara, tutupan, pengawasan, denda, serta kerja sosial.

 

  • Implikasi Restorative Justice pasca disahkannya RKUHP menjadi UU KUHP dalam perspektif hukum berbasis nilai kebaikan secara universal merupakan substansi Restorative Justice yang sejatinya telah terfasilitasi dalam UU KUHP baru dan tersebar di berbagai pasal. Salah satu pasal tersebut yaitu Pasal 51 UU KUHP yang berkaitan dengan tujuan pemidanaan yang dalam perspektif hukum yang berkeadilan dan berkemanusian relevan untuk mendidik kembali narapidana dan linier dengan nilai ketuhanan yang menghendaki adanya konsepsi 'taubatan nasuha' yang mana sikap maha pengampun yang dimiliki oleh Tuhan menjadi dasar bahwa manusia yang berperangai buruk sekalipun bisa berubah ke jalan yang lebih baik[30]. 

 

  • Selain itu, Pasal 52 UU KUHP yang menegaskan bahwa pemidanaan tidak boleh merendahkan martabat manusia yang berarti, menjaga martabat manusia adalah perintah Tuhan dan orang yang mengabaikan martabat sesama manusia adalah orang yang melampaui batas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa substansi Restorative Justice yang telah terfasilitasi dalam UU KUHP sejatinya telah relevan dengan gagasan hukum bersumber kepada keadilan dan melindungi martabat manusia. Keadilan restoratif (Restorative Justice) merupakan konsep pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan titik tekan kepada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang tersisihkan dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang konvensional yang ada pada saat ini.

 

  • Konsepsi keadilan restoratif (Restorative Justice) dalam sistem penegakan hukum pidana telah diimplementasikan oleh tiga struktur utama dalam penegakan hukum, yakni

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun