Â
- Pengaturan Restorative Justice Dalam Praktik Pemidanaan di  Beberapa Negara
Â
Sejarah berkembangnya hukum pidana di dunia memperlihatkan adanya perhatian yang semakin besar terhadap kepentingan korban dalam penegakan hukum pidana yang berjalan beriringan juga dengan mulai munculnya pendekatan baru mengenai tujuan pemidanaan, dari sekadar pencegahan (deterrence) dan pembalasan (retributive), menjadi rehabilitasi. Di tengah perkembangan tersebut juga lahir pemikiran mengenai Restorative Justice, suatu terminologi yang pertama kali diperkenalkan oleh Albert Eglash yang dalam tulisannya mengidentifikasi tiga tipe sistem peradilan pidana, yaitu retributif, distributif, dan restoratif[24]. Perkembangan penerapan Restorative Justice dalam sistem hukum pidana menunjukkan adanya perkembangan ke arah positif. Terdapat beberapa kesamaan praktik dan pemikiran dalam penerapan program restoratif mulai dari tingkat nasional di beberapa negara hingga internasional, sebagai contoh dengan mengutamakan kepentingan korban, adanya komunikasi antara pelaku dan korban, pengembalian kondisi terhadap korban dan masyarakat, serta pelibatan kelompok masyarakat alih-alih menjadikan pemidanaan sebagai momok pribadi.Â
Â
- Pengaturan Restorative Justice Dalam Konsep Pemidanaan
Â
- Sejarah dalam bidang hukum pidana mengungkapkan evolusi mengenai tindak pidana dari konsep "privat atau pribadi" atau individu menuju kepada lingkup "publik" atau sosial. Dengan evolusi ini, tindak pidana kemudian diartikan sebagai sebuah pelanggaran hukum pidana yang diatur oleh negara, yang dalam prosesnya terdakwa akan dituntut oleh penuntut umum dan diputus oleh hakim. Orientasi diberikan pada penghukuman bagi pelaku dan proses peradilan hanya berpusat pada pelaku dan negara. Dengan kerangka ini, lambat laun korban berikut pemenuhan hak-haknya mulai terabaikan. Baru pada sekitar 1970-an, kesadaran pentingnya peran vital korban digaungkan. Publik mulai menyadari pentingnya peran korban. Gerakan korban diakui secara luas sejalan dengan lahirnya konsep Restorative Justice.[25]Â
Â
- Pengaturan Restorative Justice Pada Perkara Tindak Pidana Ringan
Â
Dalam pelaksanaan Restorative Justice, pelaku memiliki kesempatan terlibat dalam pemulihan keadaan (restorasi), masyarakat berperan untuk melestarikan perdamaian, dan pengadilan berperan untuk menjaga ketertiban umum. Dasar hukum Restorative Justice pada perkara tindak pidana ringan termuat dalam beberapa peraturan berikut ini[26]:
Â
- Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Â
- Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP)
Â
- Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP