"Mpok, nanti lagi ya ngobrolnya. Saya ngantuk!"Â
Pura-pura menguap, Arin bergegas ke kamarnya. Menumpahkan airmata di bantal sunyinya.
Mpok Nasipe mendesah. Kecewa. Ia sebetulnya hendak menyampaikan sesuatu. Sesuatu yang penting bagi dirinya dan bagi Aman, anak sebiji matanya.
Tapi belum tentu penting bagi majikannya yang tiap malam selalu berganti-ganti diantar mobil mewah. Memang sudah banyak omongan miring para tetangga tentang majikannya. Tapi Mpok Nasipe tidak percaya.
Entu begunjing namenye, kata Wak Nong, guru ngajinya sewaktu kecil. Lagipula terlalu banyak masalahnya sendiri daripada harus mengurusi masalah orang lain.
Ah, idup kok susah amat ye!
Dilampiaskannya kekecewaan pada cucian. Disikatnya sekuat tenaga, dibanting dan diperasnya habis-habisan. Ia membayangkan mencekik leher mantan suaminya dan derita kemelaratan yang melilit.
***
Di tanah lapang yang kian jarang di Jakarta.
"Aman, Emak lo udah kasih duit belom?" Seorang anak usia belasan berdiri tegak menghadang Aman. Tatapannya menusuk.
Aman menunduk. Sesekali menyeka ingus. "Belom."