"Tidak nona. Tentu Saya lebih senang melihat Anda tersenyum tanpa alasan, dibandingkan jika... Saya harus menyaksikan Anda bersedih atau marah-marah. Saya sudah cukup lama hidup berdampingan dengan Anda."
Nivea mengedipkan matanya, mengalihkan pandangannya dari jendela kecil itu kepada Seri.
"Aku tahu Seri. Terima kasih untuk semua hal yang kau lakukan selama ini untukku. Kau bukan hanya banyak membantuku, tapi... kau seperti sahabat dan saudara perempuan bagiku."
"Ah nona, Anda mengaduk emosiku pagi ini." dengan punggung tangannya Seri menyeka setitik air di sudut matanya. Gadis itu terharu mendengar ucapan nonanya.
Setibanya mereka di toko roti yang terletak di pusat kota yang cukup strategis itu, tentunya mereka langsung mengerjakan tugasnya masing-masing. Hingga waktunya tiba pembukaan operasional toko.
Pelanggan mulai berdatangan silih berganti, membawa roti-roti serta limun pilihan mereka dalam kantung kertasnya masing-masing. Kursi pelanggan yang ada di dalam toko juga sudah mulai terisi oleh pelanggan yang memilih menikmati kudapannya di tempat saja.
"Selamat siang, nona Nivea." lelaki yang mengenakan setelan jas hitam khas tahun itu, telah berdiri dengan sedikit membungkuk di hadapan Nivea. Menyapa sopan gadis itu di balik etalase rotinya.
Nivea yang sedang menunduk pun sontak mendongak ke arah lelaki itu.
"Ah, kau rupanya. Selamat siang, tuan.. Matias."
"Bolehkah jika aku duduk disana, menikmati rotimu dengan secangkir teh?" Matias mengarahkan pandangan Nivea kepada jajaran kursi pelanggan yang tampak masih kosong.
"Ah, tentu boleh tuan! Jika kau membeli rotiku... itu berarti kau adalah pelangganku. Aku... tidak mungkin tidak mengizinkanmu untuk duduk disana."