"Aku akan membawakanmu obat penambah darah. Kau sangat pucat, apa kau tidak merasa pusing?"
Nivea menggeleng, "Tidak Ibu. Hanya saja... lidahku terasa cukup pahit."
"Masuklah ke kamarmu! Aku akan menyusul. Ah ya, dimana Seri?"
"Dia ke dapur membuatkan teh untukku."
Selang beberapa menit, Nivea telah menghabiskan secangkir teh hangat yang dibawakan oleh Seri ke kamarnya. Dia juga sudah meminum obat penambah darah yang diberikan oleh sang Ibu. Hari masih sangat terang diluar ketika Nivea yang berkeringat dingin itu, mulai tertidur.
10. Menghindari SeseorangÂ
"Pak Tua! Apa yang Anda lakukan disana?" tanya Nivea yang melihat seorang lelaki tua dari belakang, dengan rambut penuh uban mengenakan topi pet hitam. Lelaki misterius itu tampak duduk di kursi kayu, memandang sebuah lukisan. Namun Nivea tak dapat melihat lukisan itu dengan jelas, karena terhalang sebagian oleh tubuh lelaki tua itu.
Beliau akhirnya menoleh seraya tersenyum lebar kepada Nivea.
"Astaga Kakek!"
"Cucuku yang malang."
"Kenapa kau mengatakan itu lagi Kakek? Dan... Itu.. Lukisan itu?" Nivea membelalak memandang lukisan yang sudah tampak seluruh bagiannya itu. Kini Nivea dapat melihatnya dengan sangat jelas.