"Lelaki inilah yang membuat pelayan kerajaan itu mati, membawa pergi cintanya yang tak terbalas hingga dia mati."
"Tapi kakek, tampaknya aku...."
"Tapi menurutku, lelaki ini memang tampan. Bukankah begitu, cucuku?"
"Tidak! Tidak Kakeeeekkkk!!!!" Nivea menggeleng-gelengkan kepalanya. Dirinya sungguh terkejut mendengar kalimat yang diucapkan sang Kakek. Dia berusaha menepisnya dengan menolak kebenaran itu. Hingga akhirnya mimpi itu membuatnya terbangun di saat hampir tengah malam.
Dengan nafas yang terengah-engah, Nivea bergerak menyandarkan punggungnya pada sandaran dipan.
"Jam berapa ini?" kedua matanya bergerak cepat menangkap jam berukuran besar, yang kokoh berdiri di sudut dekat jendela. "Aku sudah tidur terlalu lama." ucapnya ketika menyadari saat ini menunjukkan pukul sebelas malam. Dirinya tertidur setelah merasakan tubuhnya kurang sehat pada pukul empat sore tadi.
"Kenapa tidak ada yang membangunkanku? Aku malah terbangun karena mimpi... Apa? Mimpi itu? Kakek!" Nivea menghela nafas setelah mengingat kembali beberapa saat, tentang wajah lelaki yang berada dalam lukisan usang yang ditunjukkan kakeknya.
"Aku lelah dengan leluconmu, Kakek! Kau membuatku tampak bodoh. Katakan padaku Kakek, itu hanya lelucon atau memang sungguhan? Apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengannya? Beri tahu aku, Kakek!"
Tanpa disadarinya, pelupuk mata itu berkaca-kaca dan air mata mulai merembes membasahi sebelah pipinya. Dengan punggung tangan, gadis itu mengusapnya. Meraih gelas berisi air putih di atas nakas. Dia pun kembali ke posisi tidur terlentang setelah meminumnya.
Dan hingga akhirnya pagi yang cerah telah datang, Nivea tetap terjaga. Dirinya sudah tidur terlalu lama sebelumnya, dan hal itu membuatnya tak dapat kembali tidur setelah mengalami mimpi yang membingungkan itu.
Nivea menjalani paginya dengan normal, seperti biasa. Dia juga melakukan sarapan bersama kedua orang tuanya.