“Saya tidak mungkin membeli ke tempat lain tanpa persetujuan Anda, nona.”
“Hahaha. Kau sangat pintar David! Seri, bisa tolong kau ambilkan aku air dengan wadah hitam itu?” lanjutnya.
“Baik nona.”
Dua jam kemudian Nivea telah selesai dengan roti-roti buatannya hari ini. Sedang yang lainnya tampak masih cukup disibukkan dengan tugas lainnya. Operasional toko baru dibuka beberapa menit yang lalu. Di balik meja pemesanan, Seri telah melayani setidaknya tiga orang pelanggan sejak tadi. Nivea beranjak dari dapurnya, menghampiri keberadaan Seri untuk ikut melayani pelanggan.
“Mereka tampak menyukai rotiku, Seri?”
“Tentu nona. Saya rasa begitu. Gadis yang duduk berdua disana, Saya pernah melihatnya beberapa kali datang kemari.”
“Benarkah? Kau tahu, kira-kira... apa yang membuat mereka kembali datang kesini?”
“Tentu saja, itu karena roti buatan Anda begitu nikmat dan... lembut. Tak hanya itu nona, Saya pikir itu juga karena pelayanan yang kita berikan sangat baik kepada mereka.”
“Apa semua itu benar, Seri? Tak jarang aku merasa takut... tidak bisa menyembunyikan mimik wajahku yang terkadang sedang sedih atau kesal.”
“Ah, tidak nona! Anda telah melakukan yang terbaik selama ini. Saya rasa Anda tak perlu mengkhawatirkan apapun. Mereka tidak akan kembali jika pelayanan kita tidak baik.”
Tak terasa siang hari telah usai, berganti sore dengan sisa matahari yang masih terasa cukup menyengat di kulit. Nivea menghampiri kusirnya yang sedang duduk meminum limunnya di sudut dapur toko. Lelaki jangkung itupun bangkit dari kursinya ketika melihat kemunculan Nivea yang hendak menghampiri dirinya.