Kala itu, suasana rumahnya sangat sepi beraduk canggung. Kekhawatiran Daud terhadap Risadju tidak mendapat respon yang baik. Pikirannya sangat kacau, ia pun bahkan memiliki firasat buruk setelah kejadian ini. Risadju yang tengah terdiam seolah berpikir keras untuk lepas dari semua, membuat Daud merasa dengan secangkir teh akan mencairkan suasananya.
“Maafkan aku, minumlah ini. Kau telah berjuang kau harus tetap kuat dan sehat,” ucap Daud.
Tiba-tiba…
“Mana Opu Risadju?! Risadju!!!” teriak para penjaga kerajaan datang mencari Opu.
“Ada apa ini?” sahut Daud.
“Biar, biarkan mereka,” tenang Risadju.
“Kalian tidak perlu lelah-lelah datang kemari untuk membawaku, aku memang akan pergi ke sana,” ucap Risadju kepada para penjaga.
“Raja menunggu Anda datang sekarang juga!
Risadju dibawa para pihak kerajaan menghadap raja. Meskipun Risadju sudah mengucapkan bahwa tidak perlu memaksa karena dirinya bisa berjalan sendiri, para penjaga itu tetap mencengkeram lengannya seolah sosok wanita paruh baya itu akan kabur. Hingga akhirnya dia sampai di kerajaan dan disambut olokan oleh seisi kerajaan. Opu Daeng Balirante melihatnya tidak tega. Risadju hanya tersenyum kecil saat menoleh kepadanya. Balirante seolah tak berdaya melihat kejadian itu.
“Berapa kali kau kuperingatkan, hentikan semua kegiatanmu itu, Risadju!” perintah sang raja.
“Aku tidak akan menghentikan perjuanganku,” teguh Risadju.