“Kalian para parasit, hanya percaya diri seolah-olah terkuat di antara semua. Padahal kalian hanya seorang bawahan yang hanya menerima perintah tanpa berpikir,” ujar Abdul.
“Kurang ajar, kau!”
23 Januari 1946, pecah suasana saat penolakan ultimatum. Terjadi konflik senjata yang sangat besar saat itu. Sehingga semua masyarakat yang tidak terlibat harus diungsikan bersamaan dengan Opu Risadju. Para pemuda terus mendorong tentara Belanda agar menghentikan kegiatannya. Konflik ini merembet ke kota-kota lain. Siapa sangka, daerah tempat Risadju pun terkena imbasnya. Namun cerdiknya Risadju membuat para pemuda terdoktrin untuk melawan pemerintahan Belanda.
“Kalian para pemuda, jangan mau menjadi babu buta di tanah sendiri. Bangun jangan hanya berdiam diri! Lihatlah saudara kalian yang berjuang melawan ketidakadilan di sana, apakah kalian hanya akan melihatnya saja?” ucap Risadju di sepanjang jalan menuju rumah.
“Indok, bagaimana bisa kau sampai di sini? Lalu apa yang harus kami lakukan?” tanya para pemuda bersemangat.
“Bersatulah dan kumpulkan semua pemuda yang siap membela kebenaran, ikuti aku dan mari berjuang,” ajak Mudehang.
“Indok diam saja di rumah, tunggu kita hingga konflik ini selesai,” ucap mereka dengan percaya diri.
“Majulah, jangan sampai lengah,”
Tindakan Risadju dalam memobilisasikan perjuangannya kepada para pemuda membuat Belanda semakin mengincar keberadaannya. risadju yang selalu berpindah-pindah membuat Belanda kewalahan, bahkan karena kuatnya doktrin di diri para pemuda membuat mereka selalu terhadang. Tak ada lagi yang bisa dilakukan selain mencari dengan cara yang dapat mengubur doktrin tersebut. Hingga akhirnya pihak kolonial Belanda membuat pengumuman kepada seluruh masyarakat untuk memberitahu keberadaan Risadju.
“Dengar seluruh masyarakat Sulawesi, barangsiapa di antara kalian yang dapat menemukan Risadju, maka kalian akan mendapat hadiah dan penghargaan dari kami. Kalian akan bebas dari tuntutan kami, maka beritahulah keberadaannya segera,” ucap salah seorang Belanda sambil membaca pengumuman tersebut.
Sebagaimana dikabarkan, tak ada seorang pun yang melaksanakan pengumuman Belanda tersebut. Bagi mereka, lebih baik mati daripada menyerahkan Indok Risadju yang telah menyelamatkan mereka. Risadju menjadi orang yang paling diincar oleh Belanda di Sulawesi Selatan. Upaya Risadju untuk berpindah-pindah pun sangat ampuh untuk mengelabui Belanda. Terlebih di usianya yang sudah berkepala enam, bukan hal kecil yang bisa orang lain lakukan.