Mohon tunggu...
Novia Kusuma Dwiyanti
Novia Kusuma Dwiyanti Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Student who will be success

LN later

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berjuang Kala Senja

17 November 2021   21:00 Diperbarui: 17 November 2021   21:08 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

            “Secepatnya,” jawab raja.

            “Kenapa kita tidak melawan?”

            “Bukan tidak, tapi belum, kau pun akan lanjutkan, Nak,” ucap sang raja sambil tersenyum.

            Malam itu, keluar berbagai pertanyaan yang selalu ia pikirkan setiap kali berpapasan dengan tentara Belanda. Raja selalu memperingatkan agar ia berhati-hati dan tidak mendekati orang-orang Belanda. Terlebih jika ia tak sengaja berpapasan dengan beberapa orang Belanda yang menyakiti masyarakat, hatinya lirih ingin mengancam namun apa daya seorang gadis kecil itu.

            Beranjak dewasa, Famajjah semakin terbuka dengan dunia luar. Bukan berarti saat kecil ia tidak mengenal dunia, namun di usianya kini pikirannya lebih luas dan kritis. Baik dari segi agama maupun sosial yang telah ia miliki.

            Karena usianya yang sudah mulai matang, Famajjah pun disandingkan dengan  seorang penyiar agama di Luwu, H. Muhammad Daud. Dia merupakan anak dari teman dagang sang ayah. Karena menikah dengan keluarga kerajaan, dan termasuk salah satu penyiar agama yang pernah bermukim di Mekah, beliau diangkat menjadi imam  masjid istana kerajaan di sana. Sejak saat itu pula, Famajjah mendapat gelar kebangsawanan dan mendapat gelar Opu Daeng Risadju yang kerap dikenal saat ini.

            “Sennang moki’ ga?” tanya salah seorang inangnya.

            “Emm, na sennang,” jawab Opu sambil tersenyum.

            “Jah, kali ini kau memangku tanggung jawab sebagai bangsawan, jaga diri baik-baik, pertahanken apa-apa yang telah kita miliki dan perjuangken apa yang telah direbut,” pesan sang raja.

            “Iya, Ambo,” jawabnya.

            Tidak lama kemudian, keluarga ini pindah ke Parepare. Sebuah kota pelabuhan lain di Sulawesi Selatan yang menghadap Selat Makassar. Di sini, suaminya, Muhammad Daud menyiarkan agama Islam dan Opu Daeng Risadju ikut bersama raja untuk mengamati para pedagang yang datang di pelabuhan. Dari sana Opu bertemu dengan H. Muhammad Yahya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun