Saat itu ayah dan bunda bersepakat agar Fiska mengikuti kemoterapi untuk mematikan sel kanker di otaknya. Fiska tetap sabar mengikuti setiap terapi itu meskipun Andrea tahu efek terapi itu sangat menyakitkan buat Fiska. Selain ual dan muntah, tubuh Fiska lemas dan nafsu makannya semakin menurun.
Tubuh Fiska semakin kurus, dan rambutnya mulai rontok. Untung saja Fiska berhijab sehingga perubahan pada rambutnya tidak tampak orang lain.
"Bang, lihat Fiska seperti Upin Ipin ya, kepalanya botak," ujar Fiska suatu hari saat mereka sedang ada di taman bunga bunda. Fiska duduk di kursi roda sedangkan Andrea sedang sibuk membantu bunda menanam bunga mawar merah.
Andrea hanya terdiam. Hatinya ikut teriris mendengar penuturan adiknya. Bunda memandang Fiska dari kejauhan dengan menahan isak tangisnya.
"Fiska sudah tidak cantik lagi ya, Bang. Tubuh Fiska sekarang kurus dan tirus seperti nenek - nenek, " Â ujar Fiska sambil memperlihatkan tangannya yang kurus.
"Makanya kamu harus banyak makan agar cepat pulih seperti sedia kala. Abang tantang kamu lomba gowes. Nanti, Abang mau memberikan uang jajan abang selama seminggu untukmu," ujar Andrea memotivasi Fiska. Fiska tampak tertawa miris.
"Siapa bilang  Fiska tidak cantik lagi. Bagi ayah, bunda dan bang Andrea kamu adalah bidadari tercantik buat kami semua," ujar bunda yang tiba-tiba datang dari arah belakang.
Bunda memeluk Fiska dengan penuh kasih saying. Melihat hal itu Andrea pun ikut-ikutan memeluk Fiska.
"Abang, tanganmu masih kotor oleh lumpur," teriak Fiska yang mendorong Andrea saat ingin ikut berpelukan. Andrea terjatuh di tumpukan tanah kompos di belakangnya.
Serentak kami tertawa bersama. Saat itulah Andrea melihat Fiska tertawa lepas seperti saat dia sehat dulu. Ya Allah, hadirkanlah Kembali tawa ceria itu dalam kehidupan adik terkasihnya, doa Andrea hadir di hatinya.
"Abang menanam apa " tanya Fiska lagi.