"Maaf, ibu, bapak silakan tunggu di luar ya. Biarkan dokter memeriksa putri bapak dan ibu," ujar suster lembut. Kemudian dia menutup pintu ruangan dan meninggalkan ayah dan bunda yang merasa cemas.
Andrea datang kemudian. Dia duduk di samping ayah dan bundanya. Andrea melihat ada kegelisahan di mata bunda. Berbeda dengan kondisi ayah yang sangat tenang menghadapi cobaan ini. Mulut ayah berkomat- kamit. Pasti ayah sedang berdzikir dan berdoa. Andrea berusaha untuk tenang juga meskipun hatinya sangat cemas dengan keadaan adik semata wayangnya. Dia sangat dekat dengan adiknya itu.
Mereka menunggu agak lama, hampir satu jam. Kemudian seorang dokter keluar dari kamar tindakan. Ayah dan bunda sontak berdiri dan menghampiri dokter itu.
"Bagaimana dengan kondisi anak saya, Dok?" tanya bunda tak sabar. Ayah segera menghampiri untuk menenangkannya.
"Mari bapak dan ibu ikut ke ruangan saya. Adaa beberapa hal yang akan saya sampaikan," ujar dokter sambil melangkah ke ruangannya.
Andrea menunggu di depan ruangan IGD sedangkan ayah dan bunda mengikuti dokter Rian ke ruangannya. Andrea berdoa untuk kesembuhan adiknya. Dia takut kehilangan adik satu-satunya yang sangat disayanginya.
Dia memang sangat dekat dengan Fiska. Mereka berdua sering berbagi cerita. Fiska adalah pendengar yang baik. Dia sangat setia mendengarkan abangnya yang curhat. Begitu juga dengan Fiska yang tak sungkan menceritakan apapun masalah yang dihadapinya.
Fiska memang anak yang manja apalagi kepada Andrea. Â Gadis itu sangat pandai membuat abangnya gemas. Ada saja tingkah yang membuat Andrea harus geleng-geleng kepala.
Pernah suatu hari Andrea mencari gitar kesayangannya. Biasanya dia menyimpannya di sudut kamar. Namun hari itu gitarnya tak ada di tempatnya.
"Mbok Nah, gitarku di mana? Kok tidak ada di kamar?" tanya Andrea kepada mbok Nah yang sedang menyetrika.
"Tadi pagi mbok masih melihat ada di kamar Abang," jawab mbok Nah heran.