1. Mengetahui perkembangan hukum positif (tertulis maupun tidak tertulis).
2. Menganalisis efektivitas hukum dalam masyarakat.
3. Menilai penerapan hukum dan fenomena hukum yang terjadi di masyarakat.
4. Memahami dinamika antara hukum dan masalah sosial, serta melihat hukum sebagai sarana untuk mengatasi masalah sosial.
Sejarah Lahirnya Sosiologi Hukum: Sejarah sosiologi hukum dimulai dengan pemikiran para filsuf seperti Aristoteles di zaman kuno dan Montesquieu di zaman modern, yang mengkaji hubungan antara hukum dan struktur masyarakat. Aristoteles menggambarkan keadilan dalam konteks hukum positif dan solidaritas sosial, sedangkan Montesquieu menekankan pentingnya pengamatan empiris terhadap fenomena sosial.
Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Emile Durkheim memperkenalkan kajian hukum sebagai fenomena sosial, yang menekankan pentingnya hukum sebagai simbol masyarakat. Max Weber kemudian mengembangkan sosiologi hukum dengan menghubungkan hukum dengan sistem sosial lainnya dan memperkenalkan konsep "dominasi hukum," yang membagi perkembangan hukum ke dalam tiga bentuk: tradisional, karismatik, dan rasional.
Di abad ke-20, pandangan sosiologis terhadap hukum berkembang pesat, terutama setelah Perang Dunia II. Mochtar Kusumaatmadja dari Indonesia turut berkontribusi dengan konsep "pembinaan hukum," yang melihat hukum sebagai alat untuk mendukung pembangunan dan perubahan sosial.
Pada abad ke-20, pendekatan sosiologi hukum semakin berkembang dengan melibatkan studi empiris terhadap cara hukum berfungsi dalam masyarakat dan bagaimana hukum dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan sosial (social welfare).
BAB III
SUMBER-SUMBER HUKUM
Pentingnya sumber hukum sebagai dasar dari keberadaan hukum dalam masyarakat. Sumber hukum merupakan landasan untuk menciptakan kepastian hukum, yang diperlukan dalam mengatur hubungan antar individu di masyarakat. Dalam konteks modern dan globalisasi, perkembangan hukum tidak hanya dipengaruhi oleh negara, tetapi juga oleh perjanjian dan organisasi internasional.